ahmadnursanto

Selasa, 29 Januari 2013

SEJARAH BERDIRINYA IAIN



SEJARAH BERDIRINYA IAIN
MAKALAH

Oleh:
AHMAD NUR SANTO

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Sejarah mencatat bahwa sejak kedatangan Islam di Indonesia proses edukasi yang diberikan oleh pembawa agama Islam langsung dituangkan dalam bentuk nyata, yaitu dalam bentuk pondok pesantren dan madrasah. Keberadaan kolonial Belanda dan Jepang ternyata bukan penghalang bagi umat Islam tanah air untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Sehingga pemikiran para praktisi pendidikan Islam terus mengalami perkembangan hingga muncul gagasan untuk mendirikan perguruan tinggi Islam. Apalagi Belanda pada masa itu juga sudah mendirikan perguruan tinggi umum.
Dengan demikian ketika perguruan tinggi Islam itu berdiri maka ia menjadi salah satu kebanggaan bagi umat Islam. Dan dengan semakin banyaknya perguruan tinggi Islam menunjukkan eksistensi Islam di negeri ini. Hingga saat ini Perguruan tinggi Islam telah berlokasi mulai dari ibu kota Negara (Jakarta) hingga di wilayah kecamatan yang tersebar di berbagai penjuru Jawa khususnya dan pulau lainnya. Bahkan ada yang satu kecamatan terdapat dua perguruan tinggi Islam seperti yag terjadi di kecamatan Pacitan dan Lamongan
Jadi keberadaan perguruan tinggi Islam yang telah menyebar di negeri ini menjadi indikator bahwa peminat lembaga pendidikan dengan label Islam tetap menjadi incaran mahasiswa. Meskipun memang terdapat banyak alasan dan motif seseorang masuk ke perguruan tinggi Islam. Minimal kesimpulan yang bisa kita petik bahwa perguruan tinggi Islam memiliki posisi yang lumayan di kalangan umat.
Dan sejak berdirinya sampai sekarang perguruan tinggi Islam telah meluluskan banyak mahasiswa yang diantara mereka tidak sedikit yang berkiprah di panggung nasional. Ragam produk keluaran dari perguruan tinggi Islam juga heterogen. Tapi yang jelas perguruan tinggi Islam memiliki andil dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Satu misi sederhana dalam kata namun berat dalam kenyataannya yang teremban dalam perjalanan sejarah ini adalah mewujudkan kata-kata Bung Hatta dalam pidato peresmian Universitas Islam Indonesia kala itu “...di Sekolah Tinggi Islam ini akan bertemu agama (religion) dengan ilmu (science) dalam kerjasama yang baik untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat..”.
Berdasarkan data tahun 2010 Perguruan Tinggi Islam Negeri yang berupa Universitas Islam Negeri ada 6. Yang berupa Institiut Agama Islam Negeri ada 14 kampus. Sedangkan yang  berupa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ada 32. Angka yang tidak sedikit. Jumlah ini belum lagi ditambah Perguruan Tinggi Islam Swasta yang jumlahnya mencapai puluhan yang telah tersebar di seluruh wilayah Indoesia.  
Dari data diatas maka perguruan tinggi Islam telah mengalami perkembangan jumlah, nama dan juga kurikulum yang diajarkan di perguruan tinggi Islam. Bahkan bisa dikatakan bahwa lembaga pendidikan tinggi Islam negeri memasuki fase baru yaitu suatu keadaan ruang lingkup program akademis yang dilaksanakan dalam bentuk institute sudah tidak sesuai lagi dan perlu dikembangkan kepada ruang lingkup program akademis yang lebih luas dalam bentuk universitas.
Dari sini maka penting kiranya bagi mahasiswa yang menempuh program studi pendidikan Islam untuk mengetahui bagaimana sejarah berdirinya IAIN hingga bisa berkembang dan terus eksis di negeri ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah gagasan awal  berdirinya IAIN ?
2.      Bgaimanakah perkembangan IAIN ?
3.      Bagaimana keadaan PTAI saat ini ?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui gagasan awal  berdirinya IAIN
2.      Mengetahui perkembangan IAIN
3.      Mengetahui keadaan PTAI saat ini





BAB II
PEMBAHASAN


A.    GAGASAN BERDIRINYA IAIN
Institut Agama Islam Negeri bukanlah lembaga pendidikan tinggi Islam yang pertama kali muncul. Ada perjalanan sejarah yang dilalaui oleh lembaga pendidikan tinggi Islam sebelum sampai pada nama Institut Agama Islam Negeri. Berikut akan kami paparkan bagaimana runtutan proses beridirinya Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Kehadiran IAIN di tengah masyarakat pada dasarnya merupakan perwujudan dari suatu cita-cita yang telah lama terkandung di hati sanubari umat Islam Indonesia. Hasrat untuk mendirikan semacam lembaga pendidikan tinggi Islam itu bahkan sudah dirintis sejak zaman penjajahan. Dr. Satiman Wirjosandjoyo dalam Pedoman Masyarakat No. 15 Tahun IV (1938) pernah melontarkan gagasan pentingnya sebuah lembaga pendidikan tinggi Islam dalam upaya mengangkat harga diri kaum Muslim di tanah Hindia Belanda yang terjajah itu. Dikatakan oleh Satiman antara lain bahwa sewaktu Indonesia masih tidur, onderwijs (pengajaran) agama di pesantren mencukupi keperluan umum. Akan tetapi setelah Indonesia bangun, maka diperlukan adanya sekolah tinggi agama. Apalagi dengan kedatangan kaum Kristen yang banyak mendirikan sekolah dengan biaya rendah dan dikelola oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi, maka keperluan akan adanya sekolah tinggi agama Islam itu semakin terasakan lagi dan kalau tidak, pengaruh Islam akan semakin kecil. Demikian alasan Satiman.
Gagasan tersebut kemudian terwujud pada tanggal 8 Juli 1946 ketika Sekolah Tinggi Islam (STI) berdiri di Jakarta di bawah pimpinan Prof. Abdul Kahar Muzakkir, sebagai realisasi kerja sebuah yayasan (Badan Pengurus Sekolah Tinggi Islam) yang dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta sebagai ketua dan M. Natsir sebagai sekretaris. Dalam memorandumnya Drs. Moh. Hatta menyatakan bahwa agama adalah salah satu tiang kebudayaan bangsa. Oleh karena penduduk Indonesia 90 % beragama Islam maka pendidikan agama Islam adalah salah satu soal maha penting dalam memperkokoh kedudukan masyarakat. Untuk itu perlu didirikan Sekolah Tinggi Islam (STI).

B.     PERKEMBANGAN IAIN
1.   Sekolah Tinggi Islam (STI)
Dimasa kolonial Belanda sekolah-sekolah Islam sudah berdiri. Seperti, madrasah dan pondok pesantren. Perhatian umat Islam pada pendidikan Islam menjadi semakin kuat ketika sadar bahwa penjajah datang tidak hanya untuk merampok kekayaan bumi Indonesia akan tetapi juga mengemban misi gospel. Inilah salah satu sebab yang meningkatkan hasrat umat Islam kala itu untuk tidak berhenti pada pendidikan Islam yang terbatas pada pesantren dan madrasah. Akan tetapi harus berlanjut pada Perguruan Tinggi Islam (PTI). Ide atau gagasan tentang perguruan tinggi Islam ini berkembang sekitar tahun 1930-an.
Di kepulauan Jawa, sebagaimana yang ditulis oleh Muhammad Natsir bahwa Dr Satiman telah menulis artikel dalam PM (Pedoman Masyarakat) nomor 15 mengetengahkan cita-cita beliau yang mulia untuk mendirikan sekolah tinggi Islam yang terpusat di tiga tempat, yaitu Jakarta, Solo dan Surabaya. Di Jakarta di dirikan sekolah tinggi sebagai bagian atas Sekolah Menengah Muhammadiyah yang bersifat Westerch (kebaratan). Di solo akan dibangun sekolah tinggi untuk mendidik mubalighin. Dan di Surabaya akan diadakan sekolah tinggi yang menerima orang-orang pesantren.
Adapun di kepulauan Sumatera, tepatnya di wilayah Padang Sumatera Barat pada tanggal 9 Desember 1940 sudah berdiri perguruan tinggi Islam yang dipelopori oleh Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI) yang dipimpin oleh Muhmud Yunus.  Menurut Muhmud Yunus perguruan tinggi ini adalah perguruan tinggi Islam pertama di Sumatera Barat dan pertama di Indonesia. Namun sayang, usia perguruan tinggi ini hanya hitungan bulan, karena pada tahun 1941 ketika Jepang masuk ke Sumatera Barat perguruan tinggi ini ditutup. Jepang hanya mengijinkan sekolah tingkat dasar dan menengah. Dalam referensi lain disebutkan bahwa Jepang masuk ke Padang Maret 1942, sehingga tahun ditutupnya perguruan tinggi Islam ini adalah tahun 1942.
Dalam kesempatan lain, tepatnya di kongres II MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yang diadakan di solo pada tanggal 2-7 Mei 1939 yang dihadiri oleh 25 organisasi Islam. Hasil kongres mendukung pendirian perguruan tinggi Islam. Maka setelah kongres selesai didirikanlah perguruan tinggi Islam di Solo yang dimulai dari tingkat menengah dengan nama IMS (Islamishe Midilbare School). Namun sayang, kembali negera penyemban Matahari alias Jepang menutup lembaga pendidikan ini pada tahun 1941 dengan alasan pecah Perang Dunia II.
Selain adanya semangat gospel yang dibawa oleh koloniah Belanda, keberadaan perguruan tinggi buatan Belanda yang lebih dulu berdiri dan  syarat dengan diskriminasi juga menjadi factor pemicu tumbuhnya semangat dikalangan umat Islam untuk mendirikan perguruan tinggi Islam. Sekolah-sekolah tinggi buatan Belanda seperti, Sekolah tinggi teknik didirikan tahun 1920 di Bandung, Sekolah tinggi hukum didirikan tahun 1920 di Jakarta dan sekolah tinggi kedokteran berdiri tahun 1927 di Jakarta. Dan sudah dapat dipastikan bahwa sekolah-sekolah tinggi itu hanya bagi masyarakat elite Indonesia.
Walaupun pada umumnya kesempatan belajar bertambah luas bagi anak Indonesia, anak Belanda selalu jauh lebih maju bahkan jurang antara pendidikan kedua bangsa itu bertambah besar. Bagi anak Belanda jalan ke perguruan tinggi telah terbuka sejak tahun 1860, lebih dari setengah abad sebelum dibuka lembaga pendidikan tinggi pertama di Indonesia.
Muhammad Natsir sebagai salah satu founding father STI menyampaikan pendapatnya bahwa pendidikan pondok pesantren dan madrasah memang dapat menghasilkan orang yang beriman dan berperilaku baik, tetapi acuh terhadap perkembangan dunia. Maka pada bulan Juni 1938 M. Natsir menulis artikel berjudul Sekolah Tinggi Islam (STI). Dalam tulisan tersebut Natsir menuliskan betapa pentingnya STI untuk menghasilkan kelompok intelektual yang memiliki basis pengetahuan Islam dan kebudayaan yang kuat sebagai alternative pendidikan ala Barat.
Maka Masyumi (Majelis Syura Muslim Indoensia) yang merupakan gabungan dari organisasi-organisasi Islam mempelopori mendirikan perguruan tinggi Islam. Untuk itu pada bulan April 1945 mengadakan rapat dengan sejumlah tokoh besar diantaranya:
1.    PBNU dihadiri oleh KH Abdul Wahab, KH. Bisri Syamsuri, KH. Wahid Hasyim, KH. Masykur, dan Zainal Arifin.
2.    PB Muhammadiyah di hadiri Ki Bagus Hadikusuma, KH. Farid Ma’rif KH. Mas Mansur, dan lain-lain
3.    PB POI dihadiri KH A.Halim dan H.Mansur
4.    PB PUII dihadiri A Sanusi dan Sumoatmojo
5.    PB Al Islam di hadiri KH. Imam Ghazali
6.    Shumubu dihadri A. Kahar Muzakar, KH. A. Moh Adnan, KH. Imam Zarkasi
7.    Cendekiawan intelektual dihadiri oleh Dr. Sukiman Wirdjosadojo, Muh Ruum, dan lain-lain.
Pada tahun 1945 tepatnya 8 Juli 1945 dengan bantuan pemerintah pendudukan Jepang disaat peringtan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw di dirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta. Tujuan dari pendidikan lembaga pendidikan tinggi ini pada mulanya adalah untuk mengeluarkan alim ulama yang intelek yaitu yang mereka mempelajari ilmu pengetahuan agama Islam secara luas dan mendalam, serta mempunyai pengetahuan umum yang perlu dalam masyarakat modern sekarang.
Sidang memutuskan untuk membentuk panitia perencana Sekolah Tinggi Islam (STI) yang dipimpin oleh Mohammad Hatta dan sekretarisnya Muhammad Natsir. Akhirnya atas bantuan Jepang STI di buka secara resmi pada tanggal 27 Rajab 1364 H bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1945. Sedangkan menurut sumber lain STI terwujud pada 8 Juli 1946 di bawah pumpinan Prof. Abdul Kahar Muzakar. Peresmiannya di selenggarakan di gedung kantor Imigrasi Pusat Gondangdia Jakarta. Adapun Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum Ushuludin Universitas al Azhar Kairo.

2.   Universitas Islam Indonesia (UII)
Pada masa revolusi, STI ikut Pemerintah Pusat Republik Indonesia hijrah ke Yogyakarta dan pada tanggal 10 April 1946 dapat dibuka kembali di kota itu. Pada November 1947 dibentuk Panitia Perbaikan STI. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan efektivitas serta keluasan jangkauan STI. Hasil sidang  sepakat untuk mendirikan Universitas Islam Indonesia (UII) pada 10 Maret 1948 dengan empat fakultas: Agama, Hukum, Ekonomi, dan Pendidikan. Pada 20 Februari 1951 Perguruan Tinggi Islam Indonesia (PTII), yang berdiri di Surakarta pada 22 Januari 1950, bergabung dengan UII yang berkedudukan di Yogyakarta.

3.   Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN)
Wujud penghargaan kepada Yogyakarta sebagai pusat pemerintahahn dan perjuangan adalah dengan menetapkan Yogyakarta sebagai kota universitas. Dalam referensi lain disebutkan sebagai wujud penghargaan pemerintah untuk Yogyakarta sebagai Kota Revolusi, kepada golongan nasionalis diberikan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1949 tanggal 16 Desember 1949.
Ini bermula dengan pendirian Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada pada 17 Pebruari 1946 yang kegiatannya tertunda karena Belanda menduduki Yogyakarta pada 19 Desember 1948. Setelah persetujuan Roem Royen ditanda tangani pada 7 Mei 1949 muncul keinginan untuk segera menyelenggarakan kembali pendidikan tinggi nasional. Pada awalnya keinginan itu berhimpitan dengan rencana perbaikan Perguruan Tinggi federal sesuai dengan bentuk negara yang diusulkan Belanda ketika itu, tetapi para republikan tetap menginginkan Republik Indonesia memiliki Perguruan Tinggi sendiri di Yogyakarta.
Atas bantuan Sultan Hamengkubuwono IX, beberapa bangunan milik kraton Yogyakarta digunakan untuk kegiatan Perguruan Tinggi dan sejak 7 Desember 1949 semua lembaga pendidikan tinggi negeri yang berada di Yogyakarta digabungkan di bawah satu atap dalam naungan Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang kemudian dikukuhkan dengan PP No. 23 tanggal 16 Desember 1949 tersebut dan sejak 14 Desember 1949 Pemerintah RI secara resmi mulai menyelenggarakan Perguruan Tinggi Negeri yang dikenal dengan Universitas Gadjah Mada. Kemudian pada 1954 kata "universiteit" diganti dengan kata "universitas" dan kata "negeri" dihilangkan sehingga menjadi Universitas Gadjah Mada.
Sementara itu, dalam perkembangan selanjutnya kepada golongan Islam diberikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), yang diambil dari Fakultas Agama UII berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1950. Peresmian PTAIN dengan jurusan Da'wah (kelak Ushuluddin), Qodlo (kelak menjadi Syari'ah) dan Pendidikan (Tarbiyah) menjadi Perguruan Tinggi Negeri dilakukan pada 26 September 1951. Lama belajar di PTAIN adalah 4 tahun.
Sementara itu untuk menjalakan tugas Departemen agama yatu menyiapkan guru-guru agama di sekolah-sekolah maka enam tahun kemudian di Jakarta, didirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) pada 14 Agustus 1957 berdasarkan Penetapan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1957. Lama belajar di ADIA adalah 5 tahun yang dibagi kepada dua tingkatan. Pertama tingkat semi akademik lama belajar 3 tahun, sedangkan akademik lama belajar 2 tahun. Masing-masing tingkat terdiri dari dua jurusan yakni jurusan pendidikan agama dan jurusan sastra arab.
Akademi Dinas Ilmu Agama ini pada intinya dimaksudkan guna mendidik dan mempersiapkan pegawai negeri akan mencapai ijazah pendidikan semi akademi (menjadi guru agama bahasa araba) dan akademi untuk dijadikan ahli didik Agama pada sekolah-sekolah lanjutan (umum/kejuruan/Agama). Sedangkan Akademi Dinas Ilmu Agama Terbuka diberikan hanya kepada pegawai negeri saja. Sehingga setiap tahun atas usul kepada Jawatan Pendidikan Agama ditunjuk oleh Menteri Agama sejumlah pegawai negeri supaya mengikuti tugas belajar pada akademi itu.

4.   Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Setelah PTAIN Yogyakarta berjalan sekitar 9 tahun, maka lembaga ini merasakan ketidakmampuannya menampung keluasan cakupan ilmu-ilmu keislaman kalau hanya berada di bawah satu payung fakultas saja. Disisi lain, efek dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali kepada UUD 1945 memberikan semangat tersendiri bagi civitas akademika Islam. Maka pada (Dies Natalis) ke IX PTAIN yakini 26 September 1959 berdasarakan Ketetapan Menteri Agama nomor 41 tahun 1959 dibentuklah suatu kepanitian dengan nama “Panitia Perbaikan Perguruan Tinggi Islam Negeri yang diketuai oleh Prof. Mr. RHA. Soenarjo.
Dan setelah mengadakan sidang berkali-kali maka disepakatilah bahwa PTAIN yang berkedudukan di Yogyakarta dan ADIA di Jakarta digabungkan menjadi satu dengan nama Institut Agama Islam Negeri (IAIN) "Al-Jami'ah al-Islamiah al-Hukumiyah". Dan keputusan panitia tersebut disetujui oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1960 tentang pembentukan Institut Agama Islam Negeri yang mulai berlaku pada tanggal 9 Mei 1960. Dan IAIN ini akhirnya diresmikan pada 24 Agustus 1960 di Yogyakarta oleh Menteri Agama, K. H. Wahib Wahab.
Dan bedasarkan pada Ketetapan menteri Agama no 43 tahun 1960 jo Peraturan  Menteri Agaman Nomor 15 tahun 1961 dikemukan bahwa, IAIN al Jamiah terdiri dari 4 fakultas  dan 19 jurusan yaitu:
a.    Fakultas Ushuluddin, dengan jurusan:
1.       Dakwah
2.       Tasawuf
3.       Filsafat
4.       Perbandingan Agama
b.    Fakultas Syariah
1.       Tafsir/ Hadis
2.       Fiqih
3.       Qadha
c.    Fakultas Tarbiyah
1.       Pendidikan Agama
2.       Paedagogis
3.       Bahasa Indonesia
4.       Bahasa Arab
5.       Bahasan Inggris
6.       Khusus (iman tentara)
7.       Etnologi dan Sosiologi
8.       Hukum dan Ekonomi
d.   Fakultas Adab
1.       Sastra Arab
2.       Sastra Weda
3.       Sastra Persia
4.       Sejarah/ Kebudayaan Islam
                     Adapun pendidikan teologi tertinggi, pada tingkat universitas diberikan sejak tahun 1965 pada IAIN. IAIN ini dimulai dengan dengan dua bagian atau dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.
Perkembangan IAIN yang pesat dengan bermunculannya fakultas-fakultas cabang di berbagai pelosok tanah air menyebabkan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 1963, yang memungkinkan didirikannya suatu IAIN yang terpisah dari pusat. Sudah barang tentu, berdasarkan pertimbangan historis, Jakartalah yang pertama mendapatkan kesempatan untuk memiliki IAIN baru ini. Dengan demikian, IAIN Jakarta adalah IAIN kedua yang berdiri setelah IAIN Yogyakarta. Kini, IAIN sudah berjumlah 14 kampus dengan dibukanya IAIN terakhir di Sumatra Utara pada 1973 oleh Menteri Agama waktu itu, Prof. Dr. H. A. Mukti Ali.
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 26 Tahun 1965, maka terhitung sejak 1 Juli 1965 IAIN "Al-Jami'ah" di Yogyakarta diberi nama IAIN Sunan Kalijaga, nama salah seorang tokoh terkenal penyebar agama Islam di Indonesia. Kini hampir 60 tahun sudah usia IAIN Sunan Kalijaga, dihitung sejak diresmikannya PTAIN pada 26 September 1951. Penetapan tanggal ini dikuatkan dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 100 Tahun 1982 dan Keputusan Menteri Agama No. 399 Tahun 1993 tentang Status IAIN Sunan Kalijaga. IAIN-IAIN lain juga diberi tambahan nama seperti Syarif Hidayatullah untuk IAIN Jakarta, Walisongo untuk Semarang, Sunan Gunung Jati, Bandung dan sebagainya.
Demikianlah perjalanan perguruan tinggi Islam hingga menjadi IAIN. Dan dalam perkembangannya beberapa IAIN sudah berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Hingga tahun 2011 jumlah UIN ada 6 kampus, IAIN masih tetap 14 kampus, STAIN 32 kampus dan semuanya tersebar di seluruh Indonesia.

C.     KEADAAN PTAI SAAT INI
Hingga saat ini, jumlah perguruan tinggi Islam diseluruh Indonesia sangat banyak. Ada yang berbentuk Sekolah Tinggi Islam Tarbiyah (STIT), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan juga UIN (Universitas Islam Negeri). Berikut ini akan kami paparkan daftar nama-nama perguruan tinggi Islam baik negeri maupun swasta.
1.      Perguruan Tinggi Islam Negeri

1       UIN Alaudin Makassar
2       UIN Malang
3       UIN Sulthan Syarif Kasim Riau Pekanbaru
4       UIN Sunan Gunung Djati Bandung
5       UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
6       UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1       IAIN Antasari Banjarmasin
2       IAIN Ar-Raniry Banda Aceh
3       IAIN Sultan Amal Gorontalo
4       IAIN Imam Bonjol Padang
5       IAIN Mataram
6       IAIN Raden Fatah Palembang
7       IAIN Raden Intan Bandar Lampung
8       IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Serang
9       IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi
10     IAIN Sumatera Utara Medan
11     IAIN Sunan Ampel Surabaya
12     IAIN Walisongo Semarang
13     IAIN Ambon
14     IAIN Cirebon
1       STAIN Syekh Abdurrahman Siddiq Bangka Blitung
2       STAIN Al-Fatah Jayapura
3       STAIN Batusangkar
4       STAIN Bengkulu
5       STAIN Bukittinggi
6       STAIN Cot Kala Langsa
7       STAIN Curup
8       STAIN Datokrama Palu
9       STAIN Jember
10     STAIN Jurai Siwo Metro Lampung
11     STAIN Kediri
12     STAIN Kendari
13     STAIN Kerinci
14     STAIN Kudus
15     STAIN Malikussaleh Lhokseumawe
16     STAIN Manado
17     STAIN Padangsidempuan
18     STAIN Palang Karaya
19     STAIN Palopo
20     STAIN Pamekasan
21     STAIN Parepare
22     STAIN Pekalongan
23     STAIN Ponorogo
24     STAIN Pontianak
25     STAIN Purwokerto
26     STAIN Salatiga
27     STAIN Samarinda
28     STAIN Sorong
29     STAIN Surakarta
30     STAIN Ternate
31     STAIN Tulung Agung
32     STAIN Watampone


2.      Perguruan Tinggi Islam Swasta

1)      Universitas Ahmad Dahlan
2)      Universitas Al Azhar Indonesia
3)      Universitas Al Khaerat Palu
4)      Universitas Al Washliyah
5)      Universitas At Thahiriyah
6)      Universitas Cokroaminoto
7)      Universitas Darmawangsa
8)      Universitas Darul Ulum (UNDAR)
9)      Universitas Darul Ulum Islamic Center Sudirman
10)  Universitas Ibnu Chaldun
11)  Universitas Ibnu Khaldun
12)  Universitas Islam 45 (UNISMA)
13)  Universitas Islam Assyafi`iyah
14)  Universitas Islam Bandung (UNISBA)
15)  Universitas Islam Indonesia
16)  Universitas Islam Jakarta
17)  Universitas Islam Jember
18)  Universitas Islam Malang
19)  Universitas Islam Muhammad Arsyad Al Banjary Kalimantan
20)  Universitas Islam Nusantara (UNINUS)
21)  Universitas Islam Riau
22)  Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA)
23)  Universitas Islam Sumatera Utara
24)  Universitas Islam Syekh Yusuf
25)  Universitas Juanda
26)  Universitas Muhammadiyah Lampung Tengah
27)  Universitas Muhammadiyah Magelang
28)  Universitas Muhammadiyah Makasar
29)  Universitas Muhammadiyah Malang
30)  Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
31)  Universitas Muhammadiyah Palembang
32)  Universitas Muhammadiyah Palu
33)  Universitas Muhammadiyah Ponoroga
34)  Universitas Muhammadiyah Pontianak
35)  Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat
36)  Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
37)  Universitas Muhammadiyah Surabaya
38)  Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)
39)  Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
40)  Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
41)  Universitas Muslim Indonesia
42)  Universitas Pancabudi
43)  Universitas Paramadina
44)  Universitas Prof Dr Hamka (UHAMKA)
45)  Universitas Satyagama
46)  Universitas Singaperbangsa
47)  Universitas Sunan Giri
48)  Universitas Wiralodra
49)  Universitas YARSI
50)  Universitas Muhammadiyah Banda Aceh
51)  Universitas Muhammadiyah Bandar Lampung
52)  Universitas Muhammadiyah Bengkulu
53)  Universitas Muhammadiyah Gresik
54)  Universitas Muhammadiyah Jakarta


3.     Kategori Institut



KESIMPULAN

1.      Gagasan pendirian IAIN terwujud pada tanggal 8 Juli 1946 ketika Sekolah Tinggi Islam (STI) berdiri di Jakarta di bawah pimpinan Prof. Abdul Kahar Muzakkir, sebagai realisasi kerja sebuah yayasan (Badan Pengurus Sekolah Tinggi Islam) yang dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta sebagai ketua dan M. Natsir sebagai sekretaris. Sebelumnya gagasan tentang IAIN disampaikan . Dr. Satiman Wirjosandjoyo dalam Pedoman Masyarakat No. 15 Tahun IV (1938)
2.      perkembangan IAIN bermula dati STI (sekolah Tinggi Islam), kemudian berkembang menjadi UII (Universitas Islam Indonesia), berlanjut menjadi PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam) dan kemudian menjadi IAIN (institut Agama Islam Negeri).
3.      Dalam perkembangannya beberapa IAIN sudah berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Hingga tahun 2011 jumlah UIN ada 6 kampus, IAIN masih tetap 14 kampus, STAIN 32 kampus dan semuanya tersebar di seluruh Indonesia. PTAI mengalami perkembangan dengan bermunculan berbagai nama PTAI yang dikelola oleh yayasan (swasta).

DAFTAR PUSTAKA

Atho Mudzhar , Kedudukan IAIN sebagai Perguruan Tinggi. (DEPAG - BIRO HUKUM DAN HUMAS) DISADUR Hartono Ahmad Jaiz dalam Ada Pemurtadan di IAIN, Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2005
Yahrin Harahap, Perguruan Tinggi Islam Di Era Globalisasi, Yogya : Tiara Wacana, 1998.

STRUKTUR ILMU TAUHID


STRUKTUR ILMU TAUHID

Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang Alloh swt, sifat-sifat yang wajib pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan sifa-sifat yang sama sekali harus ditiadakan daripada-Nya serta tentang Rasul-Rasul Alloh untuk menetapkan kerasulan mereka, hal-hal yang wajid ada pada diri mereka, hal-hal yang boleh dikaitkan (dinisbahkan) kepada mereka, dan hal-hal yang terlarang mengaitkannya kepada mereka.[1]
Kata Tauhid berasal dari bahasa Arab tawhid yang berarti mengesakan. Berarti Tauhid adalah meyakini bahwa ALLOH SWT itu esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Kesaksian ini dirumuskan dalam kalimat Tauhid, Laa Ilaaha Illallah (Tiada Tuhan selain Alloh).mentauhidkan berarti “mengakui keesaan Alloh; mengesakan Alloh”.[2]
Para ulama sependapat, mempelajari ilmu tauhid hukumnya wajib bagi setiap muslim. Kewajiban itu bukan saja didasarkan pada alasan rasio bahwa aqidah merupakan dasar pertama dan utama dalam Islam, tetapi juga didasarkan pada dalil-dalil naqli, al Quran dan hadits.[3]
Secara ontologis, ilmu tauhid arau ilmu kala iala ilmu tentang relasi (hubungan) antara makhluk (manusia) dengan Tuhan. Dalam ilmu tauhid diteliti tentang pola hubungan tersebut sehingga akan menimbulkan berbagai macam aliran pemikiran.

NAMA-NAMA ILMU TAUHID
Ilmu tauhid mempunyai beberapa nama. Penamaan itu muncul sesuai dengan aspek pembahasan yang ditonjolkan oleh tokoh yang memberikan nama tersebut.
Ilmu ini dinamakan ilmu tauhid karena pokok pembahasannya yang paling penting adalah menetapkan keesaan (wahdah) Alloh swt  dalam dzat-Nya, dalam menerima peribadatan dari makhluk-Nya, dan meyakini bahwa Dia-lah tempat kembali, satu-satunya tujuan. Keyakinan tauhid inilah yang menjai tujuan paling utama bagi kebangkitan Muhammad Rasululloh SAW.[4]
Ilmu ini dinamakan pula ilmu kalam karena dalam pembahasannya mengenai eksistensi Tuhan dan hal-hal yang berhubungan dengan-Nya digunakan argumentasi-argumentasi filosofis dengan menggunakan logika atau mantik.[5]
Secara lebih rinci Prof. Dr. T.M. Hasby Ash Shidiqqy menyebutkan alasan mengapa ilmu ini disebut ilmu kalam, yaitu:
1.      Problema yang diperselisihkan para ulama dalam ilmu ini yang menyebabkan umat islam terpecah dalam beberapa golongan adalah masalah Kalam Alloh atau Al Quran; apakah ia makhluk atau qadim.
2.      Materi-materi ilmu ini adalah teori-teori (kalam); tidak ada diantaranya yang diwujudkan ke dalam kenyataan atau diamalkan dengan anggota.
3.      Ilmu ini di dalam menerangkan cara atau jalan menetapkan dalil-dalil pokok akidah serupa dengan ilmu mantik.
4.      Ulama-ulama mutaakhirin membicarakan di dalam ilmu ini hal-hal yang tidak dibicarakan oleh ulama salaf, seperti pentakwilan ayat-ayat mutasyabihat, pembahasan tentang pengertian qadha’, kalam, dan lain-lain.[6]
Ketika ilmu tauhid dinamakan ilmu kalam, paraahli dibidang ini disebut mutakallimin. Penamaan ilmu tauhid dengan ilmu kalam sebenarnya dimaksudkan untuk membedakan antara mutakalllimin dan filosof Islam. Mutakallimin dan filosof Islam mempertahankan atau memperkuat keyakinan mereka sama-sama menggunakan metode filsafat, tetapi mereka berbeda landasan awal berpijak. Mutakallimin lebih dahulu bertolak dari al Quran dan hadits, sementara filosof berpijak pada logika. Meskipun demikian, tujuan yang ingin mereka capai adalah satu, yaitu keesaan dan kemahakuasaan Alloh swt. Dengan kata lain, mereka berbeda jalan untuk mencapai tujuan yang sama.[7]
Ilmu tauhid dinamakan juga ilmu ushuluddin, karena obyek bahasan utamanya adalah dasar-dasar agama yang merupakan masalah esensial dalam ajaran Islam.[8]
Meskipun nama yang diberikan berbeda-beda, namun inti pokok pembahasan ilmu tauhid adalah sama, yaitu wujud Alloh swt dan hal-hal yang berkait dengan-Nya. Karena itu, aspek penting dalam ilmu tauhid adalah keyakinan akan adanya Alloh Yang Maha Sempurna, Maha Kuasa, dan memiliki sifat-sifat kemahasempurnaan lainnya. Keyakinan yang demikian pada gilirannya akan membawa kepada keyakinan terhadap malaikat, kitab-kitab, nabi dan rasul, hari akhir, dan melahirkan kesadaran akan tugas dan kewajiban terhadap Khaliq (pencipta).[9]

OBYEK BAHASAN ILMU TAUHID
Obyek bahasan atau lapangan yang dibahas oleh ilmu tauhid, pada garis besarnya, dapat dibagi dalam tiga masalah utama:Tentang Ilah (Tuhan), Tentang Nubuwat (kenabian), Tentang sam’iyat (sesuatu yang diperoleh lewat pendengaran dari sumber yang meyakinkan, yakni al Quran dan hadits, misalnya tentang alam kubur, azab kubur, bangkit di padang mahsyar, alam akhirat, tentang ‘arsy, lauh mahfudz, dll)[10]
1.      Tentang Ilah (Tuhan)
Masalah yang dibahas di sini adalah tentang sifat-sifat Tuhan dan af’alnya. Masalah yang dibicarakan adalah apakah sifat-sifat dan af’al Tuhan itu adalah zat atau sesuatu yang bukan zat tetapi tidak lepas dari zat
2.      Tentang Nubuwat (kenabian)
3.      Tentang sam’iyat
Disamping masalah ketuhanan dan kenabian yang untuk keduanya memungkinkan dibangun hujjan secara akliah, psikologi maupun sosiologi, ada masalah yang bisa dikategorikan ke dalam al sam’iyyat seperti istilah-istilah lauh mahfudz, ‘arsy, sidrah al muntaha, pertanyaan malaikat munkar dan nakir dalam kubur. Masalah-masalah tersebut didasarkan atas berita yang dating dari Alloh yang kita yakii adanya meskipun akal merasa kesulitan untuk menegakkan hujjah akliah yang mendasar.

SUMBER ILMU TAUHID
Data yang digunakan untuk membangun ilmu tauhid diambil dari sumbernya. Ada dua sumber data bagi membangun ilmu tauhid, yaitu:
1.      Sumber yang ideal
2.      Sumber historic
Yang dimaksud sumber ideal adalah al Qur’an dan al hadits dimana di dalamnya banyak memuat data yang berkaitan dengan obyek kajian dalam ilmu tauhid, yakni masalah ketuhanan, kenabian dan hal-hal yang sam’iyyat.
Sedangkan yang dimaksud ddengan sumber historic ialah perkembangan pemikiran yang berkaitan dengan obyek kajian ilmu tauhid, baik yang terdapat dalam kalangan internal umat Islam maupun pemikiran eksternal yang masuk dalam rumah tangga Islam. Sebab, setelah Rasululah saw wafat, islam menjadi tersebar, dan ini memungkinkan umat Islam berkenalan dengan ajaran-ajaran, atau pemikiran-pemikiran dari luar Islam, misalnya dari Persia dan Yunani.[11]
Pemikiran yang berkembang dalam kalangan internal umat Islam antara lain:
1.      Pelaku dosa besar
2.      Al Quran, makhluk atau qadim
3.      Melihat Tuhan
4.      Sifat-sifat Tuhan
5.      Kepemimpinan setelah Rasulullah saw
6.      Takwil terhadap ayat mutasyabihat
Sedangkan pemikiran eksternal yang masuk dalam rumah tangga Islam adalah pemikiran dari Zoroaster dan filsafat Yunani. Ini yang pada saat itu nampaknya lebih domonan disbanding dari pemikiran-pemikiran lainnya.
Pemikiran eksternal Zoroaster berkaitan dengan kebaikan dan keburukan. Pemikiran ini  masuk dalam rumah tangga Islam saat itu, dan melahirkan persoalan teologi yang berkenaan dengan perbuatan baik dan buruk. Apakah tuhan Alloh menciptakan baik dan yang terbaik saja (al salah wa al aslah) untuk manusia? Atau, Tuhan wajib menciptakan yang baik dan yang terbaik saja bagi manusia sebab jika tidak demikian maka Dia tidak adil (dhalim), dan itu mustahil bagi-Nya. Pendapat di atas diteruskan dengan pendapatnya bahwa Tuhan tidak menciptakan yang jahat. Jahat dan buruk pada hakikatnya, ciptaan manusia sendiri dan dia harus bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukannya.
Dari pemikiran yunani, yang nampaknya masuk dalam bahasan teologi adalah masalah atom (jauhar aradl), apakah jauhar aradl itu nanti hancur atau tidak.[12]


METODE PEMBAHASAN
Salah satu dari kajian pokok dalam Ilmu tauhid adalah masalah ketuhanan, yakni suatu bidang yang amat prinsip did lam agama. Di dalam disiplin filsafat, masalah ketuhanan juga menjadi kajian obyek utama. Hanya saja, metode yang ditempuh para filsuf dalam menjelaskan adanya Tuhan adalah metode rasional murni, sedangkan yang ditempuh oleh ulama ilmu tauhid dalam menjelaskan ketuhanan menggunakan metode nakli, namun tidak mengesampingkan penggunaan metode rasional.
Dengan demikian, ada dua metode atau cara pembahasan ilmu tauhid, yakni:
1.      Menggunakan dalil nakli
2.      Menggunakan dalil akli[13]
Dalil akli oleh al Sanusi dikaitkan dengan konsep hokum akal, dan ia membaginya menjadi tiga, yaitu:
1.      Al wujud (wajib)
Yang wajib menurut akal ialah sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal (mustahil menurut akal) tidak adanya. Singkatnya, ia wajib ada dan mustahil tidak ada. Misalnya, satu adalah separoh dari dua. Ini wajib ada menurut dalil akal.
2.      Al istilah (mustahil)
Yang mustahil ialah sesuatu yang tidak dapat diterima akal adanya, atau sesuatu yang wajib tidak adanya. Misalnya, seseorang berada di dua tempat pada saat yang sama. Atau, satu adalah separoh dari tiga.
3.      Al jawaz (jaiz)
Ialah sesuatu yang boleh ada dan boleh tidak ada.
Kemudian, ia membagi wajib akal itu kepada wajib badihi (mudah ditangkap, dan tidak membutuhkan pemikiran dan perenungan) dan wajib nazari (membutuhkan pemikiran dan perenungan yang mendalam).[14]
Penggunaan metode rasional (dalil akli) adalah salah satu usaha untuk menghindari keyakinan yang didasarkan atas taklid saja.

ASPEK-ASPEK DALAM ILMU TAUHID
Bagian-bagian tauhid sebagai suatu ilmu dapat dibagi dalam lima aspek:
1.      Tauhid rububiyah,
2.      Tauhid uluhiyah,
3.      Tauhid sifat,
4.      Tauhid qauli dan
5.      Tauhid amali.

MANFAAT ILMU TAUHID
Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar. Apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Alloh akan muncul dengan sendirinya. Hal ini Nampak pada pelaksanaan ibadat, tingkah laku, sikap , perbuatan dan perkataan sehari-hari.
Maksud dan tujuan tauhid bukanlah sekedar mengaku bertauhid saja, tetapi lebih jauh dari itu, sebab tauhid mengandung sifat-sifat:
1.      Sebagai sumber motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan
2.      Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadat dengan penuh keikhlasan
3.      Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan
4.      Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.[15]
Dengan demikian tauhid sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Ia tidak hanya sekedar memberikan ketentraman batin dan menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan, tetapi juga berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap dan perilaku keseharian seseorang. Ia tidak hanya berfungsi sebagai akidah, tetapi berfungsi pula sebagai falsafah hidup.

DAFTAR PUSTAKA

Adlan, Abd. Jabbar, Dirasat Islamiyah:Pengantar Ilmu Tauhid dan Pemikiran Islam, Surabaya: Anika Bahagia Offset, 1995
Ash-Shidieqy, Hasbi, Sejarah dan pengantar Ilmu Tauhid/kalam, Jakarta: Bulan Bintang, 1990
Asmuni, Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993




[2] Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 1
[3] Ibid, hlm. 3
[5] Asmuni, Ilmu Tauhid…., hlm.4
[6][6] Hasbi Ash-SHidieqy, Sejarah dan pengantar Ilmu Tauhid/kalam (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm. 1-2
[7] Asmuni, Ilmu Tauhid…., hlm.5
[8] ibid
[9] ibid
[10] Abd. Jabbar Adlan, Dirasat Islamiyah:Pengantar Ilmu Tauhid dan Pemikiran Islam (Surabaya: Anika Bahagia Offset, 1995), hlm. 37
[11] Ibid, hlm. 47-48
[12] Ibid, hlm. 48-49
[13] Ibid.
[14] Ibid, hlm. 49-50
[15]Asmuni, Ilmu Tauhid…., hlm.7