ahmadnursanto

Kamis, 21 Februari 2013

PENDIDIKAN BERBASIS INTERNET (PELUANG DAN TANTANGAN)




Disusun Oleh:
AHMAD NUR SANTO (2841114002)
SEMESTER III/PI-C

PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) TULUNGAGUNG
PEBRUARI 2013




A.    Pendahuluan
Perkembangan zaman tidak lepas dari teknologi. Dalam kehidupan modern, semua aspek kehidupan mengarah pada kemajuan teknologi. Revolusi teknologi masa kini mengalami perkembangan yang sangat pesat, khususnya komputer dan internet yang terus melesat melampaui sekat ruang yang ada. Perkembangan keduanya seakan membentuk dunia tersendiri yang memiliki system kehidupan dengan tiada terbatas. Akses computer dan internet hamper pasti bisa dinikmati oleh siapapun dan di manapun. Perkembangan keduanya juga merupakan merupakan tantangan dan sekaligus peluang pengembangan pendidikan di abad 21. Siapa yang dapat mengakses dan memanfaatkannya secara benar, maka merekalah yang berjaya, dan siapa yang mengakses dan tidak mampu memberdayakannya secara benar, maka akan tergilas.
Saat ini, teknologi informasi telah mengubah proses berpikir secara praktis dan efisien pada masyarakat kita khususnya dan dunia pada umumnya. Kita semua saat ini dihadapkan pada ambang gerbang transisi yang berbasis teknologi, dimana kecepatan penyampaian dan menangkap suatu informasi menjadi sangat penting dalam rangka memajukan pendidikan. Mendayagunakan teknologi komunikasi dan informasi di sekolah adalah salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Berbagai penelitian baik di dalam maupun di luar negeri menunjukkan bahwa pemanfaatan bahan ajar yang dikemas dalam bentuk media berbasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
Tidak bisa dipungkiri jika pendidikan masih nasional masih jauh dari perkembangan teknologi jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya, seperti Malaysia dan Brunei Darusalam. Pendidikan Nasional masih merancang untuk berbasis internet. Hal ini juga terdapat dalam pendidikan Islam. Tidak salah jika saat ini pendidikan islam masih sangat jauh dari perkembangan teknologi, terutama internet, walaupun ada beberapa lembaga sekolah yang jauh lebih maju dari pada pendidikan di sekolah umum.
Bersamaan dengan itu, sesungguhnya pada generasi e–learning ini, kesadaran masyarakat akan proses belajar mengajar dengan menggunakan media internet mengalami perkembangan yang menggembirakan. Masyarakat mulai melek teknologi. Sehingga mau tidak mau pendidikan juga harus dilekatkan pada perkembangan teknologi. Perubahan pola pendidikan ini dimulai dengan masuknya pelajaran internet di lembaga pendidikan. Pendidikan terkesan lebih maju dan progress terhadap perkembangan dan kemajuan. Tetapi pada sisi lain sejumlah pakar memandang bahwa teknologi informasi akan mengarahkan manusia pada sebuah proses dehumanisasi tanpa sadar. Untuk itu perlu pemikiran yang mendalam untuk meletakkan teknologi, terutama internet sebagai basis pendidikan. Butuh rancangan sempurna untuk benar-benar menerjunkan pendidikan dalam arus perkembangan teknologi internet. Perubahan pada pola pendidikan ini perlu mempertimbangkan dampak dari perkembangan teknologi itu sendiri. Besar peluang untuk pendidikan berbasis internet, tetapi juga banyak tantangan untuk mewujudkan hal itu.
B.     Pembahasan
Internet merupakan suatu jaringan computer yang saling terkoneksi dengan jaringan computer lainnya ke seluruh penjuru dunia. Yang mana Internet atau international net working adalah salah satu turunan teknologi informasi yang dapat dimanfaatkan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).[1] Internet memiliki karakteristik menjadi media yang menghubungkan masyarakat dari berbagai belahan dunia untuk saling berkomunikasi satu sama lain. Dari sisi teknis jaringan teknologi dari jutaan  computer tersebut berimplikasi luas pada berbagai kepentingan pengembangan wawasan peserta didik. Peradaban internet telah membuka pintu untuk lahirnya  perpustakaan dunia dengan tingkat efisiensi dan efektifitas yang tinggi. Selain itu, sarana e-mail atau electronic mail yang secara teknis mulai digulirkan tahun 1985 yang mendorong komunitas pendidikan untuk memanfaatkan terjalinnya komunikasi antara peserta didik dengan sesamanya maupun antara peserta didik dengan tenaga pendidik.
Sejarah Internet bermula ketika adanya kebutuhan Amerika di bidang militer sejak tahun 1968 dimana Amerika memulai rencana projek jaringan (network) yang dinamakan ARPANET, yang bertujuan untuk menghubungkan beberapa pusat penelitian yang tersebar di berbagai tempat terpisah. Projek ARPANET ini yang kemudian menjadi cikal bakal berkembangnya Internet. Tahun 1980, Internet mulai memiliki acuan yang lebih jelas dan kondisi yang lebih kondusif untuk bertumbuh kembang. Pada tahun 1987 didirikan jaringan yang dinamakan NSFNet yang pada awalnya bertujuan memberikan pelayanan di lingkungan institusi pendidikan yang di kemudian hari berubah dan bermetamorfosa menjadi jaringan lintas negara, lintas lingkungan/industri, dan akhirnya menjadi Internet.[2]
Pemanfatan teknologi internet untuk pendidikan di Indonesia secara resmi dimulai sejak dibentuknya telematika tahun 1961. Pemanafaatan internet untuk pendidikan ini tidak hanya untuk pendidikan jarak jauh, akan tetapi juga dikembangkan dalam sistem pendidikan konvensional. Kini sudah banyak lembaga pendidikan terutama perguruan tinggi yang sudah mulai merintis dan mengembangkan model pembelajaran berbasis internet dalam mendukung sistem pendidikan konvensional. Namun suatu inovasi selalu saja menimbulkan pro dan kontra. Yang pro dengan berbagai dalih meyakinkan akan manfaat kecanggihan teknologi ini seperti; memudahkan komunikasi, sumber informasi dunia, memudahkan kerjasama, hiburan, berbelanja, dan kemudahan aktivitas lainnya. Sebaliknya yang kontra menunjukan sisi negatifnya, antara lain: biaya relatif besar dan mudahnya pengaruh budaya asing. [3]Internet sebagai media baru ini juga belum begitu familier dengan masyarakat, termasuk personil lembaga pendidikan. Oleh karena itu sangat perlu terus dilakukan kajian, penelitian, dan pengembangan model e-learning.
Ada beberapa aplikasi standar internet yang dapat dipergunakan untuk kepentingan pendidikan, yaitu:[4]
  1. E-mail, merupakan fasilitas yang memungkinkan dua orang atau lebih untuk melakukan komunikasi yang bersifat asynchronous atau tidak bersifat rile time.
  2. Mailing list (mills) merupakan perluasan penggunaan e-mail, melalui milis ini bisa dilakukan diskusi untuk memecahkan suatu permasalahan, dengan saling memberikan saran pemecahan (brain stroming).
  3. File Transfer Protocol (FTP) adalah fasilitas internet yang memberikan kemudahan kepada pengguna untuk mencari dan mengambil arsip file (download) di suatu server yang terhubung ke internet pada alamat tertentu yang menyediakan berbagai file.
  4. News group dalam internet adalah fasilitas untuk melakukan komunikasi antara dua orang atau lebih secara serempak dalam waktu yang sama (real time) . fasilitas yang digunakan bisa sepenuhnya multimedia (audio-visual) dengan mengguankan fasilitas video konfrencing, ataupun tex saja atau tex dan audio dengan menggunakan fasilitas chat (IRC)
  5. World Wide Web (www), merupakan kumpulan koleksi besar tentang berbagai macam dokumentasi yang tersimpan dalam berbagai server di seluruh dunia, dan dokumentasi tersebut dikembangkan dalam format hypertext dan hypermedia, dengan menggunakan Hypertext Markup Language (HTML) yang memungkinkan terjadinya koneksi dokumen yang satu dengan yang lain atau bagian dari dokumen yang satu dengan bagian dokumen yang lainnya, baik dalam bentuk teks, visual dan lain-lainnya. World Wide Web, bersifat multimedia karena merupakan kombinasi dari teks, foto, grafika, audio, animasi dan video.#
  6. Internet Voice juga dikenal dengan Voice-over-Internet-Protocol (VoIP) merupakan jenis teknologi yang memungkinkan seseorang melakukan panggilan telepon menggunakan koneksi Internet berkecepatan tinggi dibanding menggunakan sambungan telepon biasa.# Internet Voice sangat tepat digunakan dalam penyampaian presentasi yang panjang karena dapat mencakup sejumlah besar materi pelajaran dan mencakup sejumlah besar audiens dengan biaya yang sangat minim.
  7. Internet Relay Chat (IRC) merupakan sistim komunikasi mirip sistim komunikasi Orari yang memungkinkan seseorang melakukan percakapan di Internet dalam bentuk teks. Percakapan bisa dilakukan oleh banyak pihak, beberapa, puluhan dan bahkan ratusan orang pada saat bersamaan. Di sistem IRC ini, untuk tempat percakapan dibuat sendiri semacam ruang secara virtual yang biasa disebut Channel. Dalam perkembangannya, IRC sudah tidak lagi hanya dalam bentuk teks, namun juga bisa menggabungkan suara ataupun video dalam percakapannya.# IRC sangat potensial digunakan agar para apelajar bisa berdebat, berdiskusi, bahkan berbincang secara tak terbatas.
Penggunaan internet untuk keperluan pendidikan semakin meluas terutama di negara-negara maju, sebab dengan media internet dimungkinkan diselenggaranya proses pembelajaran yang lebih efektif. Hal ini karena sifat dan karakteristik internet yang cukup khas, sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai media pembelajaran.
Sebagai media yang diharapkan akan menjadi bagian dari suatu proses pembelajaran di sekolah, internet harus mampu memberikan dukungan bagi terselenggaranya proses komunikasi interaktif antara pendidik dengan peserta didik sebagaimana yang disyaratkan dalam proses pembelajaran.  Terutama yang berkaitan dengan strategi pembelajaran yang akan dikembangkan. Secara sederhana, dapat diartikan sebagai kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk mengajak peserta didik mengerjakan tugas-tugas dan membantu peserta didik dalam memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan dalam rangka mengerjakan tugas-tugas tersebut
Internet merupakan media yang bersifat multi rupa. Artinya, pada satu sisi internet dapat digunakan untuk berkomunikasi secara interpersonal. Misalnya, dengan menggunakan email dan chat sebagai sarana komunikasi antar pribadi. Di sisi lain, dengan e-mailpun pengguna dapat melakukan komunikassi dengan lebih dari satu orang atau sekelompok pengguna yang lain. Internet juga mampu memfasilitasi kegiatan diskusi dan kolaborasi oleh sekelompok orang bahkan juga mampu menyelenggarakan “komunikasi tatap muka” (teleconference).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pemanfaatan internet dalam pembelajaran dapat berhasil secara efektif dan efisien, yaitu:[5]
1.      Factor lingkungan, meliputi: institusi penyelenggara pendidikan dan masyarakat.
2.      Peserta didik, meliputi: usia, latar belakang, budaya, penguasaan bahasa dan berbagai gaya belajarnya
3.      Pendidik, meliputi: latar belakang, usia, gaya mengajar, pengalaman dan personalnya.
4.      Factor teknologi, meliputi: computer, perangkat lunak, jaringan, koneksi ke internet dan berbagai kemampuan yang dibutuhkan berkaitan dengan penerapan internet di lingkungan sekolah.
Media pendidikan dengan masukan teknologi pendidikan dipandang sebagai salah satu komponen yang mempengaruhi proses pembelajaran, karena mampu memiliki nilai tambah.
Internet sesungguhnya hanya berfungsi sebagai media dalam suatu sistem pembelajaran.Aplikasi internet sebagai media dalam proses pendidikan dapat dilaksanakan melalui banyak cara diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      E-Learning
E- Learning atau pembelajaran melalui online adalah pembelajaran yang pelaksanaanya didukung oleh jasa teknologi seperti telepon, audio, videotape, transmisi satelit atau komputer. Seperti Kursus atau pendidikan dengan media pembelajaran jarak jauh (distance learning) dancyber classroom.
2.      E-Library
Merupakan perpustakaan online yang berisikan 800 milyar informasi tentang ilmu pengetahuan dll.
3.      Virtual University
Merupakan aplikasi dari proses pendidikan jarak jauh, dimana virtual university merupakan salahsatu kemudahan yang diberikan layananinternet bagi pembelajar yang mengalami kesulitan dalam hal waktu tatap muka langsung, dan tentunya dalam prosesnya tidak mengurangi kualitas dari pendidikan tersebut.
4.      EdukasiNet
Merupakan situs pembelajaran berbasis internet; artikel, rancangan pengajaran, bahan ajar, proyek pendidikan, kurikulum, tutor, pusat sebaran dan penerbitan, forum diskusi, Interactiveschool magazine, video teleconference (kelompok diskusi berpusat di Global School Network).
Permasalahan Internet Untuk PendidikanPenerapan internet dalam dunia pendidikan di Indonesia masih menemui banyak kendala, baik dari segi fasilitas maupun ketersedian sumber saya manusia serta ketersediaan sumber informasiyang dibuat oleh anak bangsa. Beberapa permasalahan yang kita hadapi adalah:[6]
1.      Akses Internet masih mahal
Meskipun sudah tersedia, akses ke Internet sangat mahal sehingga masih sangat sulit dijangkau oleh semua kalangan terutama insan pendidikan. Namun hal ini diharapkan akan menjadi lebih murah di masa yang akan datang. Diharapkan akselerasi penurunan harga menjadi fokus utama Pemerintah. Mekanisme lain adalah adanya subsidi dari pemerintah untuk institusi pendidikan.Saat ini sudah diprogramkan oleh pemerintah dalambentuk JARDIKNAS (Jaringan Pendidikan Nasional) yang kabarnya akan didistribusikan dan dapat menjangkau semua sekolah. Ini tentu saja tidak mudah tetapi dilakukan secara bertahap.
2.      Infrastruktur jaringan internet masih kurang
Salah satu solusi untuk layanan Internet adalah tersedianya warung internet (warnet) yang menyediakan jasa layanan internet. Tetapi keberadaan warnet pun tidak merata di seluruh Indonesia yang terfokus pada daerah perkotaan saja. Sementara di daerah-daerah, akses internet masih merupakan sebuah masalah karena fasilitas warnet masih terbatas bahkan masih ada daerah yang tidak memiliki warnet. Kondisi ini diperparah dengan belum terjangkaunya seluruh daerah oleh jaringan telpon yang bisa digunakan untuk mengakses internet.
3.      Kurangnya penguasaan bahasa Inggris
Internet didominasi oleh bahasa Inggris termasuk informasi-informasi yang kita butuhkan dalam dunia pendidikan terutama sumber informasi yang akan digunakan dalam pembelajaran. Kondisi inilah yang menjadi penghambat akses informasi melalui internet karena dibutuhkan penguasaan bahasa inggris yang baik, sementara kita sadari bahwa masyarakat Indonesia yang menguasai bahasa global ini masih sangat terbatas atau kalau tidak mau dikatakan langka.
4.      Tenaga KependidikanBelum Siap
Dasar untuk pengoperasian layanan internet adalah keterampilan komputer. Hal ini menjadi sebuah permasalahan yang sangat mendasar karena masih tenaga kependidikan yang belum mahir mengoperasikan komputer, sehingga sangat sulit untuk menggunakanlayanan internet. Hal ini bisa diatasi dengan menggalakkan pelatihan untuk pengoperasian komputer dan internet.
5.      Masyarakat masih belum bisa menerima sepenuhnya hal-hal barusecara langsung dan kurangnya dukungan pemerintah.
C.     Pengembangan  Pendidikan Islam
Dalam pengembangan pendidikan islam melalui basis internet, Masalah utama yang dihadapi oleh pendidikan di seluruh dunia adalah akses sumber informasi yang sangat sulit. Perpustakaan konvensional yang merupakan sumber informasi sangat sulit dijangkau karena jumlahnya sangat terbatas dan dengan terbatasnya ketersediaan buku. Buku- buku dan jurnal harus dibeli dengan harga mahal sehingga ilmu (dalam halini sumber informasi)menjadi sangat sulit ditemukan dan terkesan mahal. Keberadaan internet mampu mengubah semua itu, karena kita dapat mengakses sumber informasi dengan begitu mudah dan tidak terbatas jumlahnya. Tetapi patut disayangkan karena di negara kita Indonesia, internet masih sangat mahal. Di Indonesia, masalah kelangkahan sumber informasi konvensional (perpustakaan) lebih berat dibanding dengan tempat lain. Adanya Internet seharusnya menjadi salah satu solusi pamungkas untuk mengatasi masalah ini. Internet dapat digunakan dalam proses belajar mengajar terutama dalam perkuliahan. Dengan kecanggihan internet memungkinkan seorang dosen atau guru tidak harus datang ke kelas untuk menyampaikan materi tetapi cukup dilakukan melalui internet misalnya dengan menggunakan teleconference. Internet bisa saja mengabaikan jarak,sehingga ketika kita butuh informasi dari seorang pakar di luar negeri dengan segera kita dapatkan. Pada akhirnya, pemanfaatan dan pengembangan internet menjadi suatu penunjang yang sangat penting dalam peningkatan kualitas pendidikan. Dengan pengaplikasian sebagaimana dijelaskan diatas, maka kualitas pendidikan kita yang tertinggal jauh dengan negara lain mempunyai peluang yang besar untuk bisa setara atau melebihi negara yang telah maju.
Secara sederhana, penggunaan internet bagi pendidikan akan sangat bermanfaat. Diantaranya kemudahan dan keefektifan memperoleh informasi dan materi pendidikan. Perlu disadari juga jika sesungguhnya internet bukanlah sesuatu yang baru di lingkungan masyarakat modern. Mulai dari daerah terpencil, sekarang internet bisa diakses dengan mudah. Sudah seharusnya kemajuan teknologi internet direspon dan diapresiasi dengan baik oleh dunia pendidikan.
Penggunaan internet dalam dunia pendidikan masih sangat jauh dari harapan. Perlu perhatian dari beberapa pihak terutama pemerintah dan tenaga kependidikan untuk membenahi diri dalam rangka penguasaan produk teknologi dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Perhatian pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini. Tetapi hal ini bisa saja berbenturan dengan penerapan otonomi daerah karena daerah sendiri yang memiliki otoritas untuk pengembangan daerahnya walau pun tidak serta merta pemerintah pusat lepas tangan. Beberapa daerah telah menerapkan penggunaan internet di sekolah dan pengelolaan administrasi secara online. Pemerintah daerah melakukan kerjasama dengan pihak swasta untuk pengembangan pendidikan melalui akses internet dan pengelolaan administrasi online. Salah satu instansi swasta yang sering melakukan pengembangan dunia pendidikan dengan akses internet adalah Sistem Sekolah Cerdas Indonesia (SSCI) yang telah menerapkan kerjasama dengan Kota Makassar, Kota Pare - Pare, Kabupaten Bantaeng di daerah Sulawesi Tengah. Ini merupakan angin segar untuk dunia pendidikan. Semoga daerah-daerah lain melakukan hal yang sama sehingga tidak seorang manusia indonesia punyang tertinggal dalam dunia Teknologi Informasi. Internet sebagai media dalam proses pendidikandiprediksi akan menjadi trend model pendidikan abad 21. Media pendidikan dengan masukan teknologi pendidikan dipandang sebagai salah satu komponen yang mempengaruhi proses pembelajaran, karena mampu memiliki nilai tambah. Internet sesungguhnya hanya berfungsi sebagai media dalam suatu sistem pembelajaran.
Tersedianya infrastruktur yang memadai dan yang keempat administrator yang kreatif serta penyiapan infrastrukur dalam memfasilitasi pembelajaran. Menurut Bachtiar, dkk (2007) manfaat dari e-learning adalah :
1.      Fleksibel
Memberikan fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat, kapan dan dimana saja, memiliki akses internet atau tidak. Banyak fasilitas yang sudah kita pakai saat ini untuk mengimplementasikannya seperti akses internet sudah bisa dimana-mana tidak harus ke warnet atau di sekolah/kampus bersangkutan, sudah banyaknya tersedia hotspot, Wi-Fi, WiMAX atau dengan memanfaatkan mobile technology, seperti : handphone, PDA, laptop/notebook. Atau bagi yang tidak memiliki koneksi internet, elearning dapat didistribusikan melalui movable media seperti : CD/DVD.
2.      Efesien
Dengan e-learning kita bisa menghemat waktu dan biaya. Biaya pengelola dari administrasi dan sarana prasarana pembelajaran, biaya transportasi, akomodasi dan lain sebagainya. Sehingga biasanya waktu dan biaya yang selama ini kita boroskan dapat dihemat untuk kegiatan lain yang menunggu untuk dilakukan. Inilah yang membuat efektifitas kegiatan pembelajar semakin meningkat.
3.      Belajar Mandiri
Pernahkah kita melupakan untuk membuka e-mail, chating dalam seminggu ? Bagaimana kita mengetahui informasi terbaru tanpa mengakses internet yang berubah setiap detiknya, bagaimana kita selalu termotifasi untuk mencari tahu lebih banyak membagi pengalaman dengan sesama dengan sukarela. Inilah yang melatih kemandirian pelajar diluar negeri sehingga kemampuannya dalam berpikir, mengolah materi dan menjabarkannya menjadi hal yang biasa. Bedakan dengan sistem pembelajaran yang kita terapkan selama ini yang hanya mengandalkan materi dari satu buku saja atau bahkan hanya mengandalkan informasi dari para pengajar saja.
Memang banyak kritik dan tanggapan serius ketika ada wacana pengembangan internet di dunia pendidikan. Biasanya mereka yang menentang lebih banyak karena belum (tidak mau) melihat realitas yang ada di masyarakat. Setiap hari saya menyaksikan bagaimana internet bukan lagi hal asing di Indonesia. Seiring membanjirnya produk China yang rrelatif terjangkau oleh semua lapisan masyarakat akan memperbesar penggunaan internet. Program-program sosial- seperti Facebook, twiter, whatsapp, dsb- berkembang pesat di Indonesia. Bahkan indonesia adalah pengguna Facebook terbesar di dunia. artinya, masyarakat sudah sangat melek teknologi internet.
Tidak bisa dipungkiri penggunaan internet banyak yang bersifat negatif, tetapi saat ini banyak aplikasi yang bisa digunakan untuk mempersempit layanan negatif di internet, misalnya nawala project. Jadi seseungguhnya apabila pendidikan menjauh dari perkembangan internet, justru hal ini tidak menyelesaikan permasalahan dalam kesalahan penggunaan internet. Justru seharusnya dunia pendidikan mampu menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif terhadap internet. Misalnya menciptakan aplikasi pelajaran berbasis e-book, berbasis web dan teknologi internet lainnya. Untuk pengadaan aplikasi semacam ini, jelas bukan sesuatu yang sulit mengingat semakin membludaknya sarjana teknik informatika dan pengembangan informatika. Facebook pun sebenarnya sangat kondusif bagi pembelajaran siswa apabila guru mampu berkreasi dengannya.
Justru permasalahan yang muncul adalah minimnya kemampuan dan kompetensi guru dalam menggunakan internet. Perlu pelatihan dan peningkatan pengalaman dalam menggunakan internet bagi guru. Realitas di lapangan menggambarkan betapa kompetensi guru dalam teknologi jauh tertinggal dari kemampuan siswa dalam memanfaatkan teknologi modern. Inilah tantangan sekaligus peluang dalam mengembangkan internet di dunia pendidikan.
Jadi, menurut saya, pengembangan pendidikan berbasis internet di Indonesia bukan dimaksudkan untuk menciptakan kurikulum yang berbasis teknologi internet semacam sekolah online, tetapi sebatas memanfaatkan teknologi internet dalam pendidikan. Pengembangan pendidikan internet ke depan paling tidak adalah memasukkan materi internet ke dalam kurikulum pembelajaran, selain itu juga menciptakan aplikasi-aplikasi internet yang bisa digunakan untuk mendukung pembelajaran. Pemanfaatan aplikasi sosial seperti Facebook dan twitter juga sangat perlu, agar anak didik indonesia tidak hanya memanfaatkan kedua aplikasi sosial tersebut untuk sekedar hiburan swemata, tetapi juga bisa digunakan untuk pembelajaran. Tentu saja hal ini harus diimbangi dengan peningkatan kemampuan guru dalam penggunakan teknologi internet dan kreatifitas guru dalam teknologi pembelajaran.

D.    Kesimpulan
Pada prinsipnya, teknologi internet dapat berfungsi sebagai alat kognitif untuk mecari dan menghadirkan pengetahuan. Alat kognitif merupakan partner intelektual untuk mensimulasi  dan fasilitas yang mampu memicu siswa untuk berpikir kritis dalam belajar. Beberapa contoh dari alat kognitif adalah termasuk pusat data (data bases), software multimedia, grafik, dan program bahasa komputer. Menggunakan teknologi internet dalam mengajar sebagai alat kognitif sangat potensial untuk memperbesar kemampuan mengajar dan belajar.
Penggunaan internet sebagai bagian dari pembelajaran bermacam-macam bentuknya, diantaranya adalah dengan memanfaatkan aplikasi sosial yang marak digunakan saat ini. Selain itu pemanfaatan teknologi internet merupakan ekspresi kreatifitas dunia pendidikan dalam mengapresiasi kemajuan jaman.
Searah dengan penelitian mengenai pembelajaran bahwa nilai lebih dari teknologi dalam kelas adalah kemampuannya dalam menyediakan fasilitas sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. Berdasarkan teori belajar mengajar yang berpusat pada siswa, guru dapat membangun lingkungan yang mendukung pembelajaran "student center" melalui penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yaitu internet, bahwa yang membuat internet begitu bermanfaat dan berguna serta medukung proses belajar mengajar di dalam kelas adalah tidak hanya dari kemampuannya menghadirkan sejumlah fitur media, seperti : teks, grafik, animasi, audio, video, dan hyperlink. Tetapi juga mampu mendukung sejumlah metode pedagogik yang merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar.
Perlu peningkatan kemampuan guru dalam menggunakan teknologi internet, karena selama ini kemampuan guru dalam menggunakan teknologi modern relatif jauh tertinggal dari kemampuan siswa dalam memanfaatkan teknologi.



DAFTAR RUJUKAN

http://ideguru.wordpress.com/, diakses 23 September 2012
http://www.ilmupendidikan.net, diakses 23 September 2012
http://www.kompas.com/, diakses 24 September 2012
http://www.blogdetik.com/, diaskes 25 September 2012


Senin, 18 Februari 2013

REVIEW HASIL KAJIAN ISLAM PENDEKATAN FILOLOGI / BAHASA


REVIEW HASIL KAJIAN ISLAM PENDEKATAN FILOLOGI / BAHASA
AHMAD NUR SANTO



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Clifford Geertz pernah mengatakan bahwa Islam membawa rasionalisme dan ilmu pengetahuan serta menegaskan suatu sistem masyarakat yang berdasarkan orang-perorangan, keadilan, dan membentuk kepribadian mulia.[1] Semangat rasionalisme dan intelektualisme Islam itu menyebar luas di kalangan elit kraton sampai rakyat kebanyakan. Semua ini dapat ditemukan dalam berbagai naskah yang berisi falsafah dan metafisika yang khusus ditulis untuk keperluan umum. Praktek mistik Budha, misalnya memperoleh nama-nama Arab seperti suluk, raja-raja Hindhu yang mengalami perubahan gelar untuk menjadi sultan Islam, dan masyarakat awam yang menyebut beberapa roh hutan dengan jin.
Sebagaimana terungkap dari pernyataan Geertz di atas, disadari atau tidak, khazanah peninggalan berupa naskah merupakan bagian penting dalam kajian suatu peradaban atau kebudayaan, tak terkecuali kajian keislaman. Ribuan naskah yang dihasilkan oleh suatu kebudayaan sangat disayangkan jika tidak digali lebih lanjut sebagai sumber kajian dalam mempelajari kebudayaan yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan pengetahuan tentang suatu kaum (peradaban) dapat dilihat dari karya yang dihasilkan oleh kaum tersebut. Sebagaimana dikutip oleh Nabilah Lubis, Prof. Baroroh Barried dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Bahasa Indonesia UGM mengatakan bahwa studi filologi merupakan kunci pembuka khazanah kebudayaan lama yang oleh karena itu perlu diperkenalkan pada masyarakat untuk menumbuhkan minat masyarakat terhadap kebudayaan lama.
Filologi merupakan satu kajian yang bertugas menelaah dan menyunting naskah untuk dapat mengetahui isinya. Cabang ilmu ini memang belum banyak dikenal oleh masyarakat luas, terutama di kalangan masyarakat Islam. Kekayaan dan warisan intelektual Islam menjadi terabai, padahal warisan inteletual yang berupa karya tulis itu sedemikian banyaknya. Di Indonesia saja, banyak peninggalan kitab klasik yang ditulis oleh ulama nusantara. Misalnya Imam Nawawi al-Bantani yang telah menulis tidak kurang dari seratus kitab berbahasa Arab dalam berbagai bidang keilmuan. Contoh lain, Syekh Mahfudh at-Tarmasy yang menulis hingga 60 kitab meliputi tafsir, qiraah, hadits, dan sebagainya. [2]
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas tentang pendekatan filologi dalam studi Islam sebagai bentuk pengenalan cabang ilmu filologi kepada komunitas Islam agar khazanah peninggalan berupa naskah-naskah kuno dapat dipelajari dengan lebih maksimal.
B.     Rumusan Masalah
a.       Bagaimanakah Pengertian Filologi ?
b.      Apa Obyek kajian Filologi ?
c.       Bagaimanakah pendekatan filologi dalam studi Islam ?
d.      Bagaimana review kajian filologi terhadap Islam oleh Orientalis ?
C.     Tujuan
a.       Mengetahui Pengertian Filologi.
b.      Mengetahui Obyek kajian Filologi.
c.       Mengetahui pendekatan filologi dalam studi Islam.
d.      Mengetahui review kajian filologi terhadap Islam oleh Orientalis.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Filologi
Sebuah teks yang termuat dalam sebuah naskah manuskrip, terutama yang berasal dari masa lampau, seringkali sulit untuk dipahami, tidak karena bahasanya yang sulit, tetapi karena naskah manuskrip disalin berulang-ulang kali. Dengan begini, naskah-naskah banyak yang memuat kesalahan-kesalahan.
Tugas seorang filolog, nama untuk ahli filologi, ialah meneliti naskah-naskah ini, membuat laporan tentang keadaan naskah-naskah ini, dan menyunting teks yang ada di dalamnya.
Ilmu filologi biasanya berdampingan dengan paleografi, atau ilmu tentang tulisan pada masa lampau.[3]
Secara etimologis, filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang berarti ‘cinta’ dan logos yang berarti ‘kata’. Dengan demikian, kata filologi membentuk arti ‘cinta kata’ atau ‘senang bertutur’ (Shipley dalam Baroroh-Baried, 1985: 1). Arti tersebut kemudian berkembang menjadi ‘senang belajar’, dan ‘senang kasustraan atau senang kebudayaan’ (Baroroh-Baried, 1985: 1).[4]
Filologi selama  ini  dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan karya masa   lampau   yang   berupa   tulisan.   Studi   terhadap   karya   tulis   masa   lampau dilakukan  karena  adanya  anggapan  bahwa  dalam  peninggalan  aliran  terkandung nilai-nilai   yang   masih   relevan   dengan   kehidupan   masa   kini. Di bawah   ini disimpulkan   bahwa   lahirnya   filologi   dilator belakangi   oleh   sejumlah   faktor sebagai berikut :
  1. Munculnya informasi tentang masa lampau didalam sejumlah karya tulisan.
  2. Anggapan adanya nilai-nilai yang terkandung dalam peninggalan   tulisan masa lampau yang dipandang masih relevan dengan kehidupan masa sekarang.
  3. Kondisi   fisik   yang   substansi   materi   informasi   akibat   rentang   waktu   yang panjang.
  4. Faktor  sosial  budaya   yang  melatarbelakangi  penciptaan  karya-karya  tulisanmasa  lampau  yang  tidak  ada  lagi  atau  tidak  sama  dengan  latar  sosial  budaya pembacanya masa kini.
  5. Keperluan untuk mendapatkan hasil pemahaman yang akurat.[5]
Sebagai istilah, kata ‘filologi’ mulai dipakai kira-kira abad ke-3 SM oleh sekelompok ilmuwan dari Iskandariyah. Istilah ini digunakan untuk menyebut keahlian yang diperlukan untuk mengkaji peninggalan tulisan yang berasal dari kurun waktu beratus-ratus tahun sebelumnya. Pada saat itu, perpustakaan Iskandariyah mendapatkan banyak naskah berupa gulungan papyrus dari beberapa wilayah di sekitarnya. Sebagian besar naskah tersebut sudah mengandung sejumlah bacaan yang rusak dan korup, diantaranya adalah naskah-naskah Alkitab yang muncul dalam beberapa versi.
Keadaan ini mendorong para ilmuwan untuk mengadakan kajian untuk mengetahui firman Tuhan yang dianggap paling asli. Mereka menyisihkan kekeliruan-kekeliruan yang terdapat dalam naskah-naskah kuno tersebut. Jika naskah yang mereka hadapi dalam jumlah besar atau lebih dari satu naskah, maka kajian juga dihadapkan pada bacaan-bacaan (varian-varian) yang berbeda.
Dalam perkembangan terakhirnya, filologi menitikberatkan pengkajiannya pada perbedaan yang ada dalam berbagai naskah sebagai suatu penciptaan dan melihat perbedaan-perbedaan itu sebagai alternatif yang positif. Dalam hubungan ini suatu naskah dipandang sebagai penciptaan kembali (baru) karena mencerminkan perhatian yang aktif dari pembacanya. Sedangkan varian-varian yang ada diartikan sebagai pengungkapan kegiatan yang kreatif untuk memahami, menafsirkan, dan membetulkan teks bila ada yang dipandang tidak tepat.

B.     Obyek Kajian Filologi
Objek penelitian filologi adalah naskah dan teks. Berikut ini naskah dan teks secara berurut-urut diuraikan.
1.      Naskah
Naskah adalah karangan yang masih ditulis tangan. Pengertian lain tentang naskah, yaitu naskah adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya suatu bangsa masa lampau.
2.      Teks
Teks adalah (1) naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, (2) kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, (3) bahan tertulis untuk memberikan pelajaran, berpidato (KBBI, jilid 2; 1995: 1024). Teks juga berarti kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja.
Wahana penyampaian teks dibagi menjadi 3 macam, yaitu: (1) teks lisan (tidak tertulis), (2) teks naskah atau tulisan tangan, (3) teks cetakan.
Filologi berbicara mengenai bagaimana sebuah naskah kuno yang bernilai atau mempunyai makna besar bagi kehidupan manusia itu dikaji dengan cara seksama dan dengan ketelitian yang tinggi. Ketika hendak melakukan prosesi penelitian naskah, kita sebagai seorang peneliti (filolog) akan melakukan beberapa langkah standar yang telah digunakan dan disepakati oleh para ahli untuk mencari atau menyunting sebuah naskah kuno agar selanjutnya bias dipublikasikan kepada masyarakat luas.
Adapun   macam-macam   pengertian   tentang   pengetahuan   dalam   sejarah perkembangannya antara lain :
1.        Filologi sebagai ilmu tentang pengetahuan yang pernah ada.
Informasi   mengenai   masa   lampau   suatu   masyarakat,   yang   meliputi sebagai  segi  kehidupan  dapat  diketahui  oleh  masyarakat   masa  kini   melalui peninggalan-peninggalan   baik   yang   berupa   benda-benda   budaya maupun karya-karya   tulisan.   Karya   tulisan   pada   umumnya   menyimpan   kandungan berita masa lampau yang mampu memberikan informasi secara lebih terurai.
2.        Filologi sebagai ilmu bahasa.
Sebagai hasil budaya  masa  lampau,  peninggalan tulisan perlu dipahami dalam  konteks  masyarakat  yang  melahirkannya  pengetahuan  tentang  sebagai konvensi  yang  hidup  dalam  masyarakat  yang  melatarbelakangi  penciptaanya mempunyai   peran  yang  besar   bagi   dari  karya   tulisan  masa   lampau  berupa bahasa.
3.        Filologi sebagai ilmu sastra tinggi.
Dalam    perkembangannya  karya-karya   tulisan    masa    lampau   yang didekati   dengan   filologi   berupa   karya-karya   yang   mempunyai   nilai   yang tinggi   di   dalam   masyarakat.   Karya   itu   pada   umumnya   dipandang   sebagai karya-karya   sastra   ’adhiluhung’   misalnya   karya   Homerus.   Perkembangan sasaran   kerja   ini   kemudian   melahirkan   pengertian  tentang   istilah   filologi sebagai study sastra atau ilmu sastra.
4.        Filologi sebagai study teks.
Filologi    dipakai   juga   untuk   menyambut  ilmu   yang   berhubungan dengan  study teks,  yaitu study  yang  dilakukan dalam rangka  mengungkapkan hasil     budaya    yang     tersimpan    didalamnya.    Hal     ini     bertujuan    yaitu mengungkapkan   hasil   budaya   masa   lampau   sebagaimana   yang   terungkap dalam teks aslinya.
Adapun langkah-langkah atau metodologi dalam penelitian filologi adalah sebagai berikut:[6]
  1. Inventarisasi atau mengumpulkan naskah
  2. Deskripsi naskah
  3. Pertimbangan dan pengguguran
  4. Menentukan kesalian sebuah naskah
  5. Membuat ikhtisar isi dari naskah tersebut
  6. Transliterasi atau pengalihan bahasa
  7. Menyunting teks asli
  8. Membuat glosari atau daftar kata-kata yang di anggap tidak umum, dan
  9. Mengomentari teks
  10.  
C.     Pendekatan Filologi dalan Studi Islam
Az-Zamakhsyari, sebagaimana dikutip Nabilah Lubis,[7] mengungkapkan kegiatan filologi sebagai tahqiq al-kutub. Ungkapan itu secara lengkap sebagai berikut:
حققت الأمر وأحققته: كنت على يقين منه، وحققت الخبر فأنا أحقه .
وقفت على حقيقته. ويقول الرجل لأصحابه إذا بلغهم خبر فلم يستيقنوه: أنا أحق لكم هذا الخبر، أي أعلمه لكم وأعرف حقيقته.
Secara bahasa, tahqiq berarti tashhih (membenarkan/mengkoreksi) dan ihkam (meluruskan). Sedang secara istilah, tahqiq berarti menjadikan teks yang ditahkik sesuai dengan harapan pengarangnya, baik bahasanya maupun maknanya. Dari definisi ini, dapat dipahami bahwa tahqiq bertujuan untuk menghadirkan kembali teks yang bebas dari kesalahan-kesalahan dan sesuai dengan harapan penulisnya. Tahqiq sebuah teks atau nash adalah melihat sejauh mana hakikat yang sesungguhnya terkandung dalam teks tersebut.
Bangsa Arab pra-Islam dikenal dengan karya-karya syair maupun sastra prosanya. Karya yang paling terkenal adalah “Muallaqat” (berarti “yang tergantung), karya-karya yang berupa qasidah-qasidah panjang dan bagus yang digantungkan pada dinding Ka’bah dengan tujuan agar dibaca masyarakat Arab pada hari-hari pasar dan keramaian lainnya.
Penelitian naskah Arab telah lama dimulai, terlebih pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar. Pada masa itu, nash al-Qur’an mulai dikumpulkan dalam satu mushaf. Hal ini membutuhkan ketelitian untuk menyalin teks-teks al-Quran ke dalam mushaf tersebut. Ayat-ayat al-Quran yang sebelumnya tertulis secara berserakan pada tulang belulang, kulit pohon, batu, kulit binatang, dan sebagainya dipindah dan disalin pada sebuah mushaf dan dijadikan satu. Pekerjaan menyalin ayat-ayat al-Quran ini dilaksanakan dengan ketelitian menyangkut orisinalitas wahyu ilahy yang harus senantiasa dijaga. [8]
Setelah Islam tumbuh dan berkembang di Spanyol pada abad ke-8 Masehi sampai abad ke-15 Masehi, pada zaman Dinasti Bani Umayyah ilmu pengetahuan Yunani yang telah diterima bangsa Arab kemudian kembali ke Eropa dengan epistemologi Islam. Puncak kemajuan karya sastra Islam ini mengalami kejayaannya pada masa Dinasti Abbasiyah. Karya tulis al-Ghazali, Fariduddin Attar, dan lainnya yang bernuansa mistik berkembang maju di wilayah Persia dan dunia Islam. Karya Ibnu Rusyd, Ibnu Sina dan yang lain menjadi rujukan wajib mahasiswa dan merupakan lapangan penelitian yang menarik pelajar di Eropa.
Dalam konteks keindonesiaan, manuskrip Islam terbagi ke dalam tiga jenis. Pertama, manuskrip berbahasa dan tulisan Arab. Kedua, manuskrip Jawi, yakni naskah yang ditulis dengan huruf Arab tapi berbahasa Melayu. Ketiga, manuskrip Pegon, yakni naskah yang ditulis dengan huruf Arab tapi menggunakan bahasa daerah seperti, bahasa Jawa, Sunda, Bugis, Buton, Banjar, Aceh dan lainnya.
Manuskrip keislaman di Indonesia lebih banyak berkaitan dengan ajaran tasawuf, seperti karya Hamzah Fansuri, Syeh Nuruddin ar-Raniri, Syeh Abdul Rauf al-Singkili, dan Syeh Yusuf al-Makassari. Tidak sedikit pula yang membahas tentang studi al-Quran, tafsir, qiraah dan hadis. Misalnya Syeh Nawawi Banten dengan tafsir Marah Labib dan kitab Al-Adzkar. Ada pula Syeh Mahfudz Termas dengan Ghunyah at-Thalabah fi Syarh ath-Thayyibah, al-Badr al Munir fi Qiraah Ibn Katsir dan karya-karyanya yang lain. Sebagian karya-karya tersebut sudah ditahqiq, dalam proses tahqiq, dan dicetak tanpa tahqiq .Sementara sebagian besar lainnya masih berupa manuskrip. Padahal umumnya, karya kedua tokoh ini juga menjadi rujukan dunia Islam, tidak hanya di Indonesia.
Menilik dari sangat banyaknya khazanah klasik yang ada di Nusantara, merupakan sebuah pekerjaan besar untuk mentahqiq kitab-kitab peninggalan ulama klasik tersebut.

D.    Review studi Islam oleh orientalis dengan pendekatan Filologi
Dalam kajian ini akan dejelaskan bagaimana kegiatan orientalis dalam studi hadist[9] sebagai salah satu dari pendekatan filologi untuk memahami Islam yang seringkali bersifat subyektif dan berlatar belakang kebencian terhadap Islam.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia orientalisme adalah ilmu pengetahuan tentang ketimuran atau tentang budaya ketimuran. Sementara itu dalam buku " Pembahasan Tentang Misionarime dan Orientalisme " karangan Dr. Hasan Abdur Rauf, disebutkan bahwa kata ‘Orientalisme’ secara umum diberikan kepada orang-orang non-Arab yang mempelajari ilmu-ilmu tentang ketimuran, baik itu dari segi bahasa, agama, sejarah, dan adat istiadatnya. Orang yang mempelajari ilmu itu disebut Orientalis. Khususnya orang-orang yang mempelajari tentang dunia Arab, China, Persia dan India. 
Dr. Hasan Abdul Rauf memberi batasan bahwa sebutan Orientalis diberikan kepada setiap ilmuwan Barat yang mempelajari segala sesuatu tentang ketimuran. Utamanya, istilah Orientalis diberikan kepada orang-orang Nasrani yang ingin mempelajari ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab.
Orientalisme yang pada awalnya adalah salah satu kajian keilmuan yang tergabung di dalam ilmu Antropologi, memiliki tujuan yang sama dengan ilmu induknya tersebut yaitu untuk mempelajari kebudayaan lain agar bisa menemukan kebudayaan terbaik yang bisa dijadikan kebudayaan percobaan bagi seluruh dunia.
Hal ini kemudian berkembang , antropologi kemudian berubah menjadi sebuah kajian keilmuan dari sebuah bangsa yang mapan terhadap kebudayaan luar. Karena masyarakat merasa mereka lebih berbudaya daripada masyarakat oriental (timur), baik itu timur jauh, timur tengah, timur selatan. Meliputi semua hal budaya, adat, norma dan juga agama-agama masyarakat timur.
Di dalam salah satu bukunya, Orientalism, Edward Said mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh para orientalis dalam meneliti agama Islam, khususnya hadis, bukanlah pekerjaan yang murni ilmiah tanpa mempunyai maksud, artinya mereka memiliki tujuan tertentu dengan meneliti agama Islam sedemikian rupa. Tujuan itu antara lain adalah mencari kelemahan Islam dan kemudian mencoba menghancurkannya pelan-pelan dari dalam. Walaupun tidak semua orientalis memiliki tujuan seperti itu paling tidak itu adalah sebuah anomali dari sekelompok orang yang boleh dikata memiliki persentase sangat kecil.
Mereka memilih hadis dalam upayanya untuk menyerang umat islam karena kedudukan hadis yang sangat penting dalam kehidupan kaum muslim. Hadis adalah sumber hukum kedua setelah Al Qur'an sekaligus juga sebagai penjelas dari Al Qur'an itu sendiri. Mereka lebih memilih menyerang hadis ketimbang Al Qur'an, karena hadis hanyalah perkataan manusia yang bisa saja mengandung kesalahan dan unsur-unsur negatif lainnya. Mereka sulit untuk mencoba mendistorsikan Al Qur'an karena Al Qur'an adalah sumber transendental dari Tuhan yang telah terjamin dari semua unsur negatif.
Inilah dua tokoh orientalis yang meragukan kesahihan hadis. Joseph Schacht dan Ignaz Goldziher.
Ada tiga hal yang sering dikemukakan orientalis dalam penelitian mereka terhadap al-Hadis, yaitu tentang para perawi hadis, kepribadian Nabi Muhammad SAW, metode pengklasifikasian hadis :
  1. Aspek Perawi. Para orientalis sering mempertanyakan tentang para perawi yang banyak meriwayatkan hadis dari rasulullah. seperti yang kita ketahui bersama para sahabat yang terkenal sebagai perawi bukanlah para sahabat yang yang banyak menghabiskan waktunya bersama rasullah seperti Abu bakar, Umar, Usman dan Ali. Namun yang banyak meriwayatkan hadis adalah sahabat-sahabat junior dalam artian karena mereka adalah orang “baru” dalam kehidupan rasulullah. Dalam daftar sahabat yang banyak meriwayatkan hadis tempat teratas diduduki oleh sahabat yang hanya paling lama 10 tahun berkumpul dengan Nabi, seperti Abu hurairah, Sayyidah Aisyah, Anas bin malik, Abdullah ibn Umar dll. Abu hurairah selama masa 3 tahun dia berkumpul dengan Nabi telah berhasil meriwayatkan lebih dari 5800 hadis, Sayyidah Aisyah mengumpulkan lebih dari 3000 hadis dan demikian juga dengan Abdullah ibn Umar, Anas.
  2. Aspek Kepribadian Nabi Muhammad SAW. Tidak cukup dengan menyerang para perawi hadis, kepribadian Nabi Muhammad juga perlu dipertanyakan. Mereka membagi status nabi menjadi tiga sebagai rasul, kepala negara, dan pribadi biasa sebagaimana orang kebanyakan. Bahwa selama ini hadis dikenal sebagai segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad baik perbuatan, perkataan dan ketetapan beliau juga perlu direkontruksi ulang. Sesuatu yang berdasarkan dari Nabi baru disebut hadis jika sesuatu tersebut berkaitan dengan hal-hal praktis keagamaan, karena jika tidak hal itu tidak layak untuk disebut dengan hadis, karena bisa saja hal itu hanya timbul dari status lain seorang Muhammad.
  3. Aspek Pengklasifikasian hadis. Sejarah penulisan hadis juga tidak lepas dari kritikan mereka. Penulisan hadis yang baru dilakukan beberapa dekade setelah Nabi Muhammad wafat juga perlu mendapat perhatian khusus. Hal itu, lanjut mereka, membuka peluang terhadap kesalahan dalam penyampaian hadis secara verbal, sebagaimana yang dikatakan oleh Montgomerywatt,salah seorang orientalis ternama saat ini: "Semua perkataan dan perbuatan Muhammad tidak pernah terdokumentasikan dalam bentuk tulisan semasa Ia hidup atau sepeninggalnya. Pastinya hal tersebut disampaikan secara lisan ke lisan, setidak-tidaknya pada awal mulanya. Hal itu diakui ataupun tidak sedikit banyak akan mengakibatkan distorsi makna, seperti halnya dalam permainan telpon-telponan anak kecil".
Hal diatas adalah sebagian dari pemikiran Orientalis tentang Islam , lebih spesifik lagi tentang hadis. Hal itu sedikit banyak bisa memberikan pemahaman dan wacana baru bagi kita agar kita bisa melihat hadis, sesuatu hal berharga yang kita punyai tidak hanya dengan pandangan dan penilaian kita tapi juga dengan sisi pandang orang lain, yang boleh jadi akan lebih objektif dari kita. kita harus berterima kasih kepada mereka karena telah meneliti kehidupan kita, sehingga kita bisa mengambil hasil penelitian mereka sebagai bahan koreksi dan pembelajaran bersama, terlepas dari niat-niat buruk dari sebagian mereka.
Sarjana barat yang pertama kali melakukan kajian Hadis adalah Ignaz Goldziher, seorang orientalis Yahudi kelahiran Hongaria yang hidup antara tahun1850 - 1921 M. pada tahun 1890, ia mempublikasikan hasil penelitiannya tentang Hadis dalam sebuah buku yang berjudul Muhammedanische Studien (Studi Islam). Dan sejak saat itu hingga sekarang, buku tersebut menjadi "kitab suci" di kalangan orientalis.
Dibanding dengan Goldziher, hasil penelitian Schacht memiliki "keunggulan", karena ia bisa smpai pada kesimpulan yang meyakinkan bahwa tidak ada satupun Hadis yang otentik dari Nabi Muhammad, khususnya Hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum-hukum Islam. Sementara Goldziher hanya sampai pada kesimpulan yang meragukan adanya otentisitas Hadis. tidak aneh jika kemudian buku Schacht memperoleh reputasi dan sambutan yang luar biasa.
Baik Ignaz maupun Schacht, keduanya tidak berbicara tentang otoritas Hadis sebagai sumber hukum dalam Islam. Karena keduanya telah sepakat bahwa Hadis tidak memiliki otentitas sebagai sebuah ajaran yang bersumber dari Nabi Muhammad, padahal Hadis dapat menjadi sumber ajaran Islam, ketika ia otentik dari Nabi, sehingga tidak mungkin Hadis dapat digunakan sebagai sumber ajaran Islam.  
Keduanya justru membuat kiat-kiat yang dapat dipergunakan sebagai pendukung hasil penelitian mereka; Bahwa apa yang disebut sebagai Hadis, bukanlah sesuatu yang otentik dari Anbi Muhammad. Setidaknya ada tiga kiat-kiat digunakan, guna menyokong pendapat mereka:
  1. Mendistorsi teks-teks sejarah. Semisal tuduhan Goldziher terhadap Imam Ibn Syihab al-Zuhri (w. 123 H.). menurutnya Imam al-Zuhri telah melakukan pemalsuan Hadis, dan ia juga mengubah teks-teks sejarah yang berkaitan dengan Ibn Syihab al-Zuhri, sehingga menimbulkan kesan bahwa Imam al-Zuhri memang mengakui dirinya sebagai pemalsu Hadis. Menurut Goldziher, al-Zuhri pernah berkata, inna haula'I al-umara akrahuna 'ala kitabah ahadist (para penguasa itu memaksa kami untuk menulis Hadis). kata 'ahadist' dalam kutipan Goldizer tidak menggunakan artikel "al" (al-ahadist) yang dalam bahasa Arab memiliki makna definitif (ma'rifah), sementara dalam teks yang asli, yang merupakan ucapan Imam Ibn Syihab yang sebenarnya, seperti yang terdapat dalam kitab Ibn Sa'ad dan Ibn 'Asakir, adalah 'al-ahadist' yang berarti Hadis-hadis yang telah dimaklumi secara definitif, yaitu Hadis-hadis yang berasal dari Nabi Muhammad.
  2. Membuat teori-teori rekayasa. Bahwa untuk memperkuat tuduhannya yang menyatakan bahwa apa yang disebut Hadis adalah bukan sesuatu yang otentik dari nabi Muhammad, melainkan hanya merupakan bikinan para ulama abad pertama dan kedua, Schacht membuat teori tentang 'rekonstruksi' terjadinya sanad Hadis. teori ini dikemudian hari dikenal sebagai teori Projecting Back (proyeki ke belakang). Menurut Schacht, jurisprudensi Islam belum eksis dan permanen pada masa al-Sya'by (w. 110 H.). Hal ini artinya bahwa apabila terdapat Hadis-hadis yang berkaitan dengan hukum Islam, maka sejatinya Hadis-hadis tersebut merupakan buatan orang-orang yang lahir  dan hidup sesudah al-Sya'bi. Schacht berpendapat bahwa jurisprudensi Islam baru dikenal sejak masa pengangkatan para qadhi (hakim agama), yang baru diadakan pada dinasti bani Umayah.
  3. Ketiga melecehkan Ulama Hadis, di mana kiat para orientalis selanjutnya adalah melecehkan kredibilitas ulama Hadis, sembari menuduh mereka sebagai pemalsu. Banyak ulama yang mereka sorot dan menjadi sasaran pelecehan ini, antara lain Shahabat Abu Hurairah (w. 57 H.), Imam Ibn Syihab al-Zuhri (w. 123 H.), dan Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari (w. 256 H.).
Tiga tokoh tersebut menjadi sasaran pokok serangan para orientalis karena ketiganya menempati posisi-posisi yang strategis dalam kajian ilmu Hadis; Abu Hurairah adalah Shahabat yang tercatat sebagai shahabat yang paling banyak meriwayatkan Hadis dari Nabi Muhammad. Dan al-Zuhri disebut-sebut sebagai orang yang pertama kali membukukan Hadis. sementara al-Bukhari adalah tokoh yang menulis kitab paling otentik sesudah al-Quran, yaitu kitab Shahih al-Bukhari.
Kalau ada diantara orientalis yang pernah berusaha menciptakan metode kritik hadits, maka sudah bisa dipastikan arahnya, yaitu untuk menjegal metodologi yang selama ini ada. Dengan demikian akan terjadi perubahan besar dalam hukum-hukum Islam akibat dari berubahnya hadits shahih menjadi maudhu` atau yang maudhu` malah menjadi shahih.
Dan akibat yang akan ditimbulkan sudah bisa anda bayangkan juga. Nantinya syariah Islam akan berubah 180 % derajat. Sesuatu yang haram bisa jadi halal dan yang halal bisa jadi haram. Bahkan zina, khamar, judi, mut`ah, mencuri dan segala kemungkaran menjadi halal. Dan sebaliknya, jilbab, qishash, hudud dan menegakkan hukum Islam menjadi terlarang. Karena haditsnya telah berubah status. Dan perubahannya itu ditentukan oleh para orientalis. 
Dalam hal ini seorang pemuda asal India berhasil membalikkan pemikiran yang keliru dari para orientalis yang mengkritisi hadis yakni Muhammad Mustafa Al A'zami dengan desertasi " Studies in Early Hadith Literature" pada tahun 1966 di Universitas Cambridge, Inggris. Temuan naskah kuno hadis abad pertama hijriah dan analisis desertasi itu secara argumentatif menunjukkan bahwa hadis betul-betul berasal dari Nabi Muhammad Saw. Bahkan sebelum kemunculan karya dari A'zami tersebut telah ada karya dari Mustafa As Siba'i dalam bukunya " Assunnah wakannatuha "





BAB III
KESIMPULAN

Filologi selama  ini  dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan karya masa   lampau   yang   berupa   tulisan.   Studi   terhadap   karya   tulis   masa   lampau dilakukan  karena  adanya  anggapan  bahwa  dalam  peninggalan  aliran  terkandung nilai-nilai   yang   masih   relevan   dengan   kehidupan   masa   kini
Filologi berbicara mengenai bagaimana sebuah naskah kuno yang bernilai atau mempunyai makna besar bagi kehidupan manusia itu dikaji dengan cara seksama dan dengan ketelitian yang tinggi. Ketika hendak melakukan prosesi penelitian naskah, kita sebagai seorang peneliti (filolog) akan melakukan beberapa langkah standar yang telah digunakan dan disepakati oleh para ahli untuk mencari atau menyunting sebuah naskah kuno agar selanjutnya bias dipublikasikan kepada masyarakat luas.
Pendekatan filologi dipergunakan dalam kajian studi Islam dalam rangka memperoleh informasi dari sebuah teks melalui penelitian terhadap berbagai naskah keislaman yang ada. Mengingat banyaknya khazanah intelektual Islam, tentu membutuhkan banyak waktu untuk melakukan penelitian terhadap berbagai turats tersebut. Pendekatan filologi menjadi sangat penting sepenting kandungan teks itu sendiri.
Pendekatan ini memang belum banyak digunakan, meskipun oleh pihak-pihak pengguna kitab-kitab klasik itu sendiri, seperti pesantren-pesantren di Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi dan penyadaran terhadap pentingnya pendekatan filologi dalam studi Islam.
Justru selama ini kajian filologi terhadap Islam banyak dilakukan oleh para orientalis yang seringkali tidak bersikap obyektif dan justru mengarah untuk melemahkan umat islam melalui kajiannya. Memang sekilas kajian mereka Nampak ilmiah tetapi sesungguhnya keilmiahan mereka tidak lebih besar dari latar belakang kebencian terhadap Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya, 1981
Lubis, Nabilah. Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Forum Kajian Bahasa & Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1996
http://dodiilham.blogspot.com/, diakses 2 Juni 2012



[1] Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1981), hal. 5
[4] http://dodiilham.blogspot.com/, diakses 2 Juni 2012
[7] Nabilah Lubis, Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi, (Jakarta: Forum Kajian Bahasa & Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1996), hal. 2