ahmadnursanto

Selasa, 23 April 2013

SESATNYA AJARAN EYANG SUBUR DAN SEMACAMNYA


Beberapa haru yang lalu MUI mengeluarkan keputusan bahwa paham dan pengamalan keagamaan Eyang Subur telah menyimpang dari akidah dan syariah Islam karena melakukan praktik perdukunan dan ramalan serta beristri lebih dari empat orang. Fatwa MUI tersebut dikeluarkan setelah Tim MUI melakukan investigasi, pengkajian dan klarifikasi terhadap paham dan pengamalan keagamaan Eyang Subur secara cermat, teliti dan hati-hati sejak 8-20 april 2013.
MUI menilai Eyang Subur belum sampai pada tingkat melakukan penodaan agama dan sesat tapi baru pada tingkat penyimpangan. Untuk itu, MUI meminta Eyang Subur melepaskan wanita yang selama ini berkedudukan sebagai istri kelima dan seterusnya serta menghentikan praktik perdukunan dan peramalan.
Atas dasar keputusan tersebut, kuasa hukum eyang subur yaitu RA dengan kepercayaan diri yang tinggi bersikukuh mengatakan bahwa ajaran eyang subur tidak sesat karena tidak ada kata “sesat’ dalam keputusan tersebut. Hal ini artinya –menurut pandangan RA- penyimpangan eyang subur yang berupa praktik perdukunan bukan sesuatu yang sesat, apalagi menyesatkan. Tetapi “hanya” menyimpang. Sungguh menggelikan….
Menarik memang menyikapi pernyataan ini. “sesat” dan “menyimpang” memiliki konotasi yang berbeda, tetapi dalam perspektif syariat kedua kata tersebut senafas satu makna.
Perhatikan baik-baik keputusan yang dikeluarkan MUI. Eyang subur dinyatakan ‘menyimpang” karena 2 sebab: perdukunan/ramalan dan poligami di luar batas syariat.
Bagi orang awam, seolah kedua bentuk penyimpangan tersebut bukan sesuatu yang besar, dalam arti tidak sampai pada tingkat kesesatan, tingkatannya hanya kesalahan personal dan seremeh poligami. Padahal tidak demikian,,,, sungguh tidak sesederhana itu menyikapi keputusan MUI tersebut.
Perdukunan tidak sejajar dengan kesalahan poligami yang dilakukan eyang subur. Dalam beberapa keterangan hadis disebutkan bahwa: barang siapa yang mendatangi peramal maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari. Barang siapa yang datang, bertanya, lalu percaya pada peramal, maka dia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw (al quran dan agama islam).
Berkaitan dengan dukun, islam sangat keras melarang. Hal ini karena dalam praktek perdukunan ada kongkalikong dengan syetan/jin. Perdukunan adalah praktek ilmu sihir yang jelas dinyatakan haram. Dukun itu budak syaitan dan kawan baik jin. Antara jin dan dukun, ada usaha bantu-membantu yang bersifat simbiosis mutualisme dalam menyesatkan manusia. Bahkan syariat menyatakan bahwa hukuman bagi dukun yang menolak ketika diminta bertaubat adalah hukuman mati. Karena praktek kedukunan adalah sesat dak kafir.
Sementara itu, praktik perdukunan yang dilakukan eyang subur ini tidak bisa disamakan dengan kesalahan poligaminya. Kedudukanya jauh berbeda –walaupun keduanya sama dikatakan menyimpang. Perdukunan adalah racun masyarakat, yang secara jelas merusak akidah masyarakat. Bahaya yang ditimbulkan juga sangat berbahaya, yaitu kekufuran dan kesyirikan. Perdukunan bukan persoalan personal seperti poligami, tetapi interaksi kesesatan yang tentunya ini masalah sosial…
Karena itu sangat geli sekaligus bentuk kebodohan  jika RA selaku kuasa hukum eyang subur dengan congkaknya menyatakan ajaran eyang subur ini bukan ajaran sesat, tapi hanya menyimpang. Tentunya ucapan semacam ini tidak akan keluar dari seseorang yanng memiliki pemahaman akidah yang benar.
Secara pribadi, saya memandang bahwa keputusan MUI tentang eyang subur ini sudah menunjukkan kesesatannya. Perbedaan pandangan antara sesat tidaknya eyang subur ini juga menjadi hal yang perlu direnungkan terkait dengan pemahaman dan kemapanan akidah umat islam di negri ini.
Bagi yang berpendapat ajaran eyang subur hanya “sebatas” penyimpangan, barangkali lebih karena melihat praktik perdukunan itu sesuatu yang wajar di masyarakat, bahkan di negri dengan muslim terbesar ini. Perdukunan tidak berpengaruh pada akidah, juga sesuatu yang biasa saja. Dan inilah yang dipahami mayoritas masyarakat.
Seandainya masyarakat kita memiliki pemahaman akidah yang benar, sebenarnya keputusan MUI ini sudah cukup unuk mengatakan ajaran eyang subur adalah bentuk kesesatan…
Polemik keputusan MUI ini juga sebagai barometer pemahaman ajaran islam di dalam masyarakat yang ternyata belum sampai pemahaman yang benar. Dan ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk memberikan pemahaman islam yang benar kepada masyarakat, pemahaman yang sesuai dengan apa yang di bawa oleh Rasulullah saw.
Semoga kita dijauhkan dari pergaulan orang-orang yang sesat lagi menyesatkan……..