Beberapa haru yang lalu MUI mengeluarkan keputusan bahwa paham dan pengamalan keagamaan Eyang
Subur telah menyimpang dari akidah dan syariah Islam karena melakukan praktik
perdukunan dan ramalan serta beristri lebih dari empat orang. Fatwa MUI
tersebut dikeluarkan setelah Tim MUI melakukan investigasi, pengkajian dan
klarifikasi terhadap paham dan pengamalan keagamaan Eyang Subur secara cermat,
teliti dan hati-hati sejak 8-20 april 2013.
MUI menilai Eyang Subur belum
sampai pada tingkat melakukan penodaan agama dan sesat tapi baru pada tingkat
penyimpangan. Untuk itu, MUI meminta Eyang Subur melepaskan wanita yang selama
ini berkedudukan sebagai istri kelima dan seterusnya serta menghentikan praktik
perdukunan dan peramalan.
Atas dasar keputusan tersebut, kuasa
hukum eyang subur yaitu RA dengan kepercayaan diri yang tinggi bersikukuh
mengatakan bahwa ajaran eyang subur tidak sesat karena tidak ada kata “sesat’
dalam keputusan tersebut. Hal ini artinya –menurut pandangan RA- penyimpangan
eyang subur yang berupa praktik perdukunan bukan sesuatu yang sesat, apalagi
menyesatkan. Tetapi “hanya” menyimpang. Sungguh menggelikan….
Menarik memang menyikapi pernyataan
ini. “sesat” dan “menyimpang” memiliki konotasi yang berbeda, tetapi dalam
perspektif syariat kedua kata tersebut senafas satu makna.
Perhatikan baik-baik keputusan yang
dikeluarkan MUI. Eyang subur dinyatakan ‘menyimpang” karena 2 sebab:
perdukunan/ramalan dan poligami di luar batas syariat.
Bagi orang awam, seolah kedua bentuk
penyimpangan tersebut bukan sesuatu yang besar, dalam arti tidak sampai pada
tingkat kesesatan, tingkatannya hanya kesalahan personal dan seremeh poligami. Padahal
tidak demikian,,,, sungguh tidak sesederhana itu menyikapi keputusan MUI
tersebut.
Perdukunan tidak sejajar dengan
kesalahan poligami yang dilakukan eyang subur. Dalam beberapa keterangan hadis
disebutkan bahwa: barang siapa yang mendatangi peramal maka shalatnya tidak
diterima selama 40 hari. Barang siapa yang datang, bertanya, lalu percaya pada
peramal, maka dia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw (al quran dan agama islam).
Berkaitan dengan dukun, islam sangat
keras melarang. Hal ini karena dalam praktek perdukunan ada kongkalikong dengan
syetan/jin. Perdukunan adalah praktek ilmu sihir yang jelas dinyatakan haram. Dukun
itu budak syaitan dan kawan baik jin. Antara jin dan dukun, ada usaha
bantu-membantu yang bersifat simbiosis mutualisme dalam menyesatkan manusia. Bahkan
syariat menyatakan bahwa hukuman bagi dukun yang menolak ketika diminta
bertaubat adalah hukuman mati. Karena praktek kedukunan adalah sesat dak kafir.
Sementara itu, praktik perdukunan
yang dilakukan eyang subur ini tidak bisa disamakan dengan kesalahan
poligaminya. Kedudukanya jauh berbeda –walaupun keduanya sama dikatakan
menyimpang. Perdukunan adalah racun masyarakat, yang secara jelas merusak
akidah masyarakat. Bahaya yang ditimbulkan juga sangat berbahaya, yaitu
kekufuran dan kesyirikan. Perdukunan bukan persoalan personal seperti poligami,
tetapi interaksi kesesatan yang tentunya ini masalah sosial…
Karena itu sangat geli sekaligus
bentuk kebodohan jika RA selaku kuasa
hukum eyang subur dengan congkaknya menyatakan ajaran eyang subur ini bukan
ajaran sesat, tapi hanya menyimpang. Tentunya ucapan semacam ini tidak akan keluar
dari seseorang yanng memiliki pemahaman akidah yang benar.
Secara pribadi, saya memandang bahwa
keputusan MUI tentang eyang subur ini sudah menunjukkan kesesatannya. Perbedaan
pandangan antara sesat tidaknya eyang subur ini juga menjadi hal yang perlu
direnungkan terkait dengan pemahaman dan kemapanan akidah umat islam di negri
ini.
Bagi yang berpendapat ajaran eyang
subur hanya “sebatas” penyimpangan, barangkali lebih karena melihat praktik
perdukunan itu sesuatu yang wajar di masyarakat, bahkan di negri dengan muslim
terbesar ini. Perdukunan tidak berpengaruh pada akidah, juga sesuatu yang biasa
saja. Dan inilah yang dipahami mayoritas masyarakat.
Seandainya masyarakat kita memiliki
pemahaman akidah yang benar, sebenarnya keputusan MUI ini sudah cukup unuk
mengatakan ajaran eyang subur adalah bentuk kesesatan…
Polemik keputusan MUI ini juga
sebagai barometer pemahaman ajaran islam di dalam masyarakat yang ternyata
belum sampai pemahaman yang benar. Dan ini adalah tanggung jawab kita bersama
untuk memberikan pemahaman islam yang benar kepada masyarakat, pemahaman yang
sesuai dengan apa yang di bawa oleh Rasulullah saw.
Semoga kita dijauhkan dari pergaulan
orang-orang yang sesat lagi menyesatkan……..