STRUKTUR
ILMU TAUHID
Ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas
tentang Alloh swt, sifat-sifat yang wajib pada-Nya, sifat-sifat yang boleh
disifatkan kepada-Nya, dan sifa-sifat yang sama sekali harus ditiadakan
daripada-Nya serta tentang Rasul-Rasul Alloh untuk menetapkan kerasulan mereka,
hal-hal yang wajid ada pada diri mereka, hal-hal yang boleh dikaitkan
(dinisbahkan) kepada mereka, dan hal-hal yang terlarang mengaitkannya kepada
mereka.[1]
Kata Tauhid
berasal dari bahasa Arab tawhid yang berarti mengesakan. Berarti Tauhid adalah
meyakini bahwa ALLOH SWT itu esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Kesaksian ini
dirumuskan dalam kalimat Tauhid, Laa Ilaaha Illallah
(Tiada Tuhan selain Alloh).mentauhidkan berarti “mengakui keesaan Alloh;
mengesakan Alloh”.[2]
Secara
ontologis, ilmu tauhid arau ilmu kala iala ilmu tentang relasi (hubungan)
antara makhluk (manusia) dengan Tuhan. Dalam ilmu tauhid diteliti tentang pola
hubungan tersebut sehingga akan menimbulkan berbagai macam aliran pemikiran.
NAMA-NAMA ILMU TAUHID
Ilmu tauhid
mempunyai beberapa nama. Penamaan itu muncul sesuai dengan aspek pembahasan
yang ditonjolkan oleh tokoh yang memberikan nama tersebut.
Ilmu ini
dinamakan ilmu tauhid karena pokok pembahasannya yang
paling penting adalah menetapkan keesaan (wahdah) Alloh swt dalam dzat-Nya, dalam menerima peribadatan
dari makhluk-Nya, dan meyakini bahwa Dia-lah tempat kembali, satu-satunya
tujuan. Keyakinan tauhid inilah yang menjai tujuan
paling utama bagi kebangkitan Muhammad Rasululloh SAW.[4]
Ilmu ini
dinamakan pula ilmu kalam karena dalam pembahasannya mengenai eksistensi Tuhan
dan hal-hal yang berhubungan dengan-Nya digunakan argumentasi-argumentasi
filosofis dengan menggunakan logika atau mantik.[5]
Secara lebih
rinci Prof. Dr. T.M. Hasby Ash Shidiqqy menyebutkan alasan mengapa ilmu ini
disebut ilmu kalam, yaitu:
1. Problema
yang diperselisihkan para ulama dalam ilmu ini yang menyebabkan umat islam
terpecah dalam beberapa golongan adalah masalah Kalam Alloh atau Al Quran;
apakah ia makhluk atau qadim.
2. Materi-materi
ilmu ini adalah teori-teori (kalam); tidak ada diantaranya yang diwujudkan ke
dalam kenyataan atau diamalkan dengan anggota.
3. Ilmu
ini di dalam menerangkan cara atau jalan menetapkan dalil-dalil pokok akidah
serupa dengan ilmu mantik.
4. Ulama-ulama
mutaakhirin membicarakan di dalam ilmu ini hal-hal yang tidak dibicarakan oleh
ulama salaf, seperti pentakwilan ayat-ayat mutasyabihat, pembahasan tentang
pengertian qadha’, kalam, dan lain-lain.[6]
Ketika ilmu
tauhid dinamakan ilmu kalam, paraahli dibidang ini disebut mutakallimin.
Penamaan ilmu tauhid dengan ilmu kalam sebenarnya dimaksudkan untuk membedakan
antara mutakalllimin dan filosof Islam. Mutakallimin dan filosof Islam
mempertahankan atau memperkuat keyakinan mereka sama-sama menggunakan metode
filsafat, tetapi mereka berbeda landasan awal berpijak. Mutakallimin lebih
dahulu bertolak dari al Quran dan hadits, sementara filosof berpijak pada
logika. Meskipun demikian, tujuan yang ingin mereka capai adalah satu, yaitu
keesaan dan kemahakuasaan Alloh swt. Dengan kata lain, mereka berbeda jalan
untuk mencapai tujuan yang sama.[7]
Ilmu tauhid
dinamakan juga ilmu ushuluddin, karena obyek bahasan utamanya adalah
dasar-dasar agama yang merupakan masalah esensial dalam ajaran Islam.[8]
Meskipun nama
yang diberikan berbeda-beda, namun inti pokok pembahasan ilmu tauhid adalah
sama, yaitu wujud Alloh swt dan hal-hal yang berkait dengan-Nya. Karena itu,
aspek penting dalam ilmu tauhid adalah keyakinan akan adanya Alloh Yang Maha
Sempurna, Maha Kuasa, dan memiliki sifat-sifat kemahasempurnaan lainnya.
Keyakinan yang demikian pada gilirannya akan membawa kepada keyakinan terhadap
malaikat, kitab-kitab, nabi dan rasul, hari akhir, dan melahirkan kesadaran
akan tugas dan kewajiban terhadap Khaliq (pencipta).[9]
OBYEK BAHASAN ILMU TAUHID
Obyek bahasan
atau lapangan yang dibahas oleh ilmu tauhid, pada garis besarnya, dapat dibagi
dalam tiga masalah utama:Tentang Ilah (Tuhan), Tentang Nubuwat (kenabian), Tentang
sam’iyat (sesuatu yang diperoleh lewat pendengaran dari sumber yang meyakinkan,
yakni al Quran dan hadits, misalnya tentang alam kubur, azab kubur, bangkit di
padang mahsyar, alam akhirat, tentang ‘arsy, lauh mahfudz, dll)[10]
1. Tentang
Ilah (Tuhan)
Masalah yang dibahas di
sini adalah tentang sifat-sifat Tuhan dan af’alnya. Masalah yang dibicarakan
adalah apakah sifat-sifat dan af’al Tuhan itu adalah zat atau sesuatu yang
bukan zat tetapi tidak lepas dari zat
2. Tentang
Nubuwat (kenabian)
3. Tentang
sam’iyat
Disamping masalah
ketuhanan dan kenabian yang untuk keduanya memungkinkan dibangun hujjan secara
akliah, psikologi maupun sosiologi, ada masalah yang bisa dikategorikan ke
dalam al sam’iyyat seperti istilah-istilah lauh mahfudz, ‘arsy, sidrah al
muntaha, pertanyaan malaikat munkar dan nakir dalam kubur. Masalah-masalah
tersebut didasarkan atas berita yang dating dari Alloh yang kita yakii adanya
meskipun akal merasa kesulitan untuk menegakkan hujjah akliah yang mendasar.
SUMBER ILMU TAUHID
Data yang
digunakan untuk membangun ilmu tauhid diambil dari sumbernya. Ada dua sumber data bagi membangun ilmu
tauhid, yaitu:
1. Sumber
yang ideal
2. Sumber
historic
Yang dimaksud
sumber ideal adalah al Qur’an dan al hadits dimana di dalamnya banyak memuat
data yang berkaitan dengan obyek kajian dalam ilmu tauhid, yakni masalah
ketuhanan, kenabian dan hal-hal yang sam’iyyat.
Sedangkan yang
dimaksud ddengan sumber historic ialah perkembangan pemikiran yang berkaitan
dengan obyek kajian ilmu tauhid, baik yang terdapat dalam kalangan internal
umat Islam maupun pemikiran eksternal yang masuk dalam rumah tangga Islam.
Sebab, setelah Rasululah saw wafat, islam menjadi tersebar, dan ini
memungkinkan umat Islam berkenalan dengan ajaran-ajaran, atau
pemikiran-pemikiran dari luar Islam, misalnya dari Persia dan Yunani.[11]
Pemikiran yang berkembang dalam
kalangan internal umat Islam antara lain:
1. Pelaku
dosa besar
2. Al
Quran, makhluk atau qadim
3. Melihat
Tuhan
4. Sifat-sifat
Tuhan
5. Kepemimpinan
setelah Rasulullah saw
6. Takwil
terhadap ayat mutasyabihat
Sedangkan
pemikiran eksternal yang masuk dalam rumah tangga Islam adalah pemikiran dari
Zoroaster dan filsafat Yunani. Ini yang pada saat itu nampaknya lebih domonan
disbanding dari pemikiran-pemikiran lainnya.
Pemikiran
eksternal Zoroaster berkaitan dengan kebaikan dan keburukan. Pemikiran ini masuk dalam rumah tangga Islam saat itu, dan
melahirkan persoalan teologi yang berkenaan dengan perbuatan baik dan buruk.
Apakah tuhan Alloh menciptakan baik dan yang terbaik saja (al salah wa al
aslah) untuk manusia? Atau, Tuhan wajib menciptakan yang baik dan yang terbaik
saja bagi manusia sebab jika tidak demikian maka Dia tidak adil (dhalim), dan
itu mustahil bagi-Nya. Pendapat di atas diteruskan dengan pendapatnya bahwa
Tuhan tidak menciptakan yang jahat. Jahat dan buruk pada hakikatnya, ciptaan
manusia sendiri dan dia harus bertanggung jawab atas kejahatan yang
dilakukannya.
Dari pemikiran
yunani, yang nampaknya masuk dalam bahasan teologi adalah masalah atom (jauhar
aradl), apakah jauhar aradl itu nanti hancur atau tidak.[12]
METODE PEMBAHASAN
Salah satu dari
kajian pokok dalam Ilmu tauhid adalah masalah ketuhanan, yakni suatu bidang
yang amat prinsip did lam agama. Di dalam disiplin filsafat, masalah ketuhanan
juga menjadi kajian obyek utama. Hanya saja, metode yang ditempuh para filsuf
dalam menjelaskan adanya Tuhan adalah metode rasional murni, sedangkan yang
ditempuh oleh ulama ilmu tauhid dalam menjelaskan ketuhanan menggunakan metode
nakli, namun tidak mengesampingkan penggunaan metode rasional.
Dengan demikian,
ada dua metode atau cara pembahasan ilmu tauhid, yakni:
1. Menggunakan
dalil nakli
2. Menggunakan
dalil akli[13]
Dalil akli oleh
al Sanusi dikaitkan dengan konsep hokum akal, dan ia membaginya menjadi tiga,
yaitu:
1. Al
wujud (wajib)
Yang wajib menurut akal
ialah sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal (mustahil menurut akal) tidak
adanya. Singkatnya, ia wajib ada dan mustahil tidak ada. Misalnya, satu adalah
separoh dari dua. Ini wajib ada menurut dalil akal.
2. Al
istilah (mustahil)
Yang mustahil ialah
sesuatu yang tidak dapat diterima akal adanya, atau sesuatu yang wajib tidak
adanya. Misalnya, seseorang berada di dua tempat pada saat yang sama. Atau,
satu adalah separoh dari tiga.
3. Al
jawaz (jaiz)
Ialah sesuatu yang
boleh ada dan boleh tidak ada.
Kemudian, ia
membagi wajib akal itu kepada wajib badihi (mudah ditangkap, dan tidak
membutuhkan pemikiran dan perenungan) dan wajib nazari (membutuhkan
pemikiran dan perenungan yang mendalam).[14]
Penggunaan
metode rasional (dalil akli) adalah salah satu usaha untuk menghindari
keyakinan yang didasarkan atas taklid saja.
ASPEK-ASPEK DALAM ILMU TAUHID
Bagian-bagian
tauhid sebagai suatu ilmu dapat dibagi dalam lima aspek:
1. Tauhid
rububiyah,
2. Tauhid
uluhiyah,
3. Tauhid
sifat,
4. Tauhid
qauli dan
5. Tauhid
amali.
MANFAAT ILMU TAUHID
Tauhid tidak
hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia
harus dihayati dengan baik dan benar. Apabila tauhid telah dimiliki,
dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, kesadaran seseorang akan tugas
dan kewajibannya sebagai hamba Alloh akan muncul dengan sendirinya. Hal ini
Nampak pada pelaksanaan ibadat, tingkah laku, sikap , perbuatan dan perkataan
sehari-hari.
Maksud dan
tujuan tauhid bukanlah sekedar mengaku bertauhid saja, tetapi lebih jauh dari
itu, sebab tauhid mengandung sifat-sifat:
1. Sebagai
sumber motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan
2. Membimbing
manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan
ibadat dengan penuh keikhlasan
3. Mengeluarkan
jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat
menyesatkan
4. Mengantarkan
umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.[15]
Dengan demikian
tauhid sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Ia tidak hanya sekedar
memberikan ketentraman batin dan menyelamatkan manusia dari kesesatan dan
kemusyrikan, tetapi juga berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap dan
perilaku keseharian seseorang. Ia tidak hanya berfungsi sebagai akidah, tetapi
berfungsi pula sebagai falsafah hidup.
DAFTAR
PUSTAKA
Adlan, Abd. Jabbar, Dirasat
Islamiyah:Pengantar Ilmu Tauhid dan Pemikiran Islam, Surabaya : Anika Bahagia Offset, 1995
Ash-Shidieqy, Hasbi, Sejarah dan
pengantar Ilmu Tauhid/kalam, Jakarta :
Bulan Bintang, 1990
Asmuni, Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 1993
http://tausyiah275.blogsome.com/2005/08/21/ilmu-tauhid-bagian-1,
diakses 28 Desember 2011
http://tausyiah275.blogsome.com/2005/08/21/ilmu-tauhid-bagian-1,
diakses 28 Desember 2011
[1] http://tausyiah275.blogsome.com/2005/08/21/ilmu-tauhid-bagian-1,
diakses 28 Desember 2011
[2] Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 1
[4]
http://tausyiah275.blogsome.com/2005/08/21/ilmu-tauhid-bagian-1,
diakses 28 Desember 2011
[5] Asmuni, Ilmu Tauhid…., hlm.4
[6][6] Hasbi Ash-SHidieqy, Sejarah
dan pengantar Ilmu Tauhid/kalam (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm. 1-2
[7] Asmuni, Ilmu Tauhid…., hlm.5
[8] ibid
[9] ibid
[10] Abd. Jabbar Adlan, Dirasat
Islamiyah:Pengantar Ilmu Tauhid dan Pemikiran Islam (Surabaya: Anika
Bahagia Offset, 1995), hlm. 37
[11] Ibid, hlm. 47-48
[12] Ibid, hlm. 48-49
[13] Ibid.
[14] Ibid, hlm. 49-50
[15]Asmuni, Ilmu Tauhid…., hlm.7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar